Oleh: Bob Edwin Normande, S.Si., M.S.P.
Magister Studi Pembangunan (Sistem Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu) ITB
Memperingati Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS)
Kesehatan sedang menjadi topik yang tidak henti-hentinya dibahas dalam berbagai kesempatan. Hal ini dikarenakan dunia belum terlepas dari pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan. Salah satu yang menjadi hal penting untuk mewujudkan kesehatan adalah dengan selalu memperhatikan kondisi sanitasi lingkungan (environmental sanitation) dan menerapkan higiene perorangan (personal hygiene). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan sanitasi lingkungan adalah cara menyehatkan lingkungan hidup manusia terutama lingkungan fisik, yaitu tanah, air, dan udara. Sedangkan definisi higiene berdasarkan KBBI adalah ilmu tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan, serta praktik atau prinsip kebersihan.
Perhatian tentang sanitasi lingkungan dalam pembahasan ilmu kesehatan masyarakat tidak terlepas dari konsep yang disebut dengan pemenuhan sanitasi dasar. Adapun yang dimaksud dengan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang dibutuhkan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat serta memenuhi syarat kesehatan, dengan memfokuskan perhatian terhadap pengawasan di berbagai faktor lingkungan yang memengaruhi derajat kesehatan manusia. Komponen dari sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, akses pembuangan tinja (feses) manusia, pengelolaan sampah, dan sistem pembuangan air limbah (SPAL). Hutton dan Chase (2017) dalam tulisannya berjudul “Water Supply, Sanitation, and Hygiene” (dimuat dalam buku berjudul Injury Prevention and Environmental Health (Disease Control Priorities) Third Edition) menjelaskan bahwa air minum bersih, sanitasi, dan higiene (safe drinking water, sanitation, and hygiene (WASH)) merupakan hal mendasar untuk meningkatkan standar kehidupan masyarakat.
Pemenuhan akses air minum bersih, sanitasi, dan higiene untuk peningkatan standar kehidupan masyarakat harus memuat beberapa komponen yaitu: dapat diakses dan diterapkan untuk berbagai kalangan serta merata di berbagai tempat (inklusif); didukung dengan penanganan kesehatan fisik yang baik; perlindungan terhadap lingkungan; pendidikan yang berdampak baik; waktu yang efektif dan efisien; kepastian untuk hidup secara layak; dan kesetaraan gender. Berbagai penelitian menjelaskan bahwa masyarakat lapisan bawah dan kelompok komunitas yang rentan memiliki keterbatasan untuk mengakses air minum bersih dan sanitasi, serta cenderung tidak menerapkan perilaku higiene secara maksimal dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan meningkatkan akses terhadap air minum bersih, sanitasi, dan higiene merupakan salah satu langkah utama untuk mengurangi angka kemiskinan, mewujudkan kesetaraan, dan mendukung pembangunan sosial ekonomi.
Ketersediaan air minum bersih dan akses sanitasi yang layak telah menjadi salah satu target dari tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals (SDGs)). Negara-negara yang telah berkomitmen untuk ikut serta mewujudkan SDGs (termasuk Indonesia) telah menargetkan untuk mencapai akses universal (universal access) terhadap air minum bersih, sanitasi, dan higiene pada tahun 2030. Komitmen ini terus diupayakan oleh Pemerintah Indonesia, salah satunya dengan membuat program kebijakan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS). Adannya PAMSIMAS bertujuan untuk meningkatkan akses penduduk perdesaan terhadap fasilitas air minum dan sanitasi yang layak dengan pendekatan berbasis masyarakat. Adapun yang menjadi sasaran dan penerima manfaat dari PAMSIMAS ini antara lain kelompok miskin di perdesaan dan pinggiran kota (peri-urban) yang memiliki prevalensi penyakit terkait air yang tinggi dan belum mendapatkan akses layanan air minum dan sanitasi. Penerima manfaat dari PAMSIMAS adalah warga desa/kelurahan yang belum mempunyai akses terhadap pelayanan air minum dan sanitasi yang layak terutama kelompok miskin, dan masyarakat asli setempat (indigenous people) atau disebut juga masyarakat adat rentan. Penerima manfaat PAMSIMAS juga meliputi masyarakat di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan demikian, PAMSIMAS merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk memastikan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan dapat terwujud di berbagai wilayah di Indonesia termasuk wilayah pesisir.
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang sering mengalami keterbatasan dalam ketersediaan sanitasi dasar. Hal yang paling sering dijumpai salah satunya adalah terbatasanya ketersediaan akses air bersih (air minum bersih) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Padahal ketersediaan air bersih (air minum bersih) merupakan salah satu aspek sanitasi dasar yang harus tersedia di berbagai daerah di Indonesia, karena merupakan urusan wajib tiap daerah serta harus memenuhi standar pelayanan minimal (SPM). Adapun agenda nasional terkait pelayanan air minum dan sanitasi yang layak dan berkelanjutan telah menargetkan 100-100, yaitu 100% akses air minum dan 100% akses sanitasi. Bagaimanakah keadaan akses terhadap sumber air minum layak dan akses terhadap sanitasi layak di Provinsi Kepulauan Riau? Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Riau melalui “Provinsi Kepulauan Riau dalam Angka 2020” memperlihatkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum layak menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2019 sebesar 88,51%, sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2019 sebesar 89,13%. Data ini mengindikasikan bahwa perlu terus dilakukan berbagai upaya agar capaian akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Kepulauan Riau dapat naik hingga mencapai nilai 100% sebagaimana target agenda nasional. Berbagai upaya ini tentunya harus senantiasa mengedepankan konsep sanitasi total berbasis masyarakat (STBM).
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki beberapa karakteristik khusus yang menyebabkan sering terjadinya keterbatasan tersedianya sumber air bersih (air minum bersih). Hal ini semakin diperparah dengan adanya perubahan iklim (climate change) yang sangat dirasakan dampaknya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Perubahan iklim berdampak langsung terhadap kesehatan manusia melalui berbagai proses dan hubungan yang saling memengaruhi, termasuk di dalamnya karena kelangkaan sumber air bersih. Adapun dampak perubahan iklim (yang menyangkut kelangkaan sumber air bersih) terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia (masyarakat) sangatlah kompleks. Penelitian menyebutkan bahwa 80% gangguan kesehatan yang terjadi di negara berkembang disebabkan oleh air minum yang tidak layak dan penyakit yang bersumber dari air (waterborne diseases).
Abedin et al. (2019) dalam penelitian yang berjudul “Climate Change, Water Scarcity, and Health Adaptation in Southwestern Coastal Bangladesh” (dimuat dalam Jurnal Int J Disaster Risk Sci (10):28—42) melakukan suatu kajian tentang dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air dan kesehatan manusia (masyarakat) di kawasan pesisir. Melalui penelitian ini ditemukan hasil penelitan bahwa di barat daya Bangladesh, keterbatasan tersedianya air minum yang layak terjadi karena perubahan iklim. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa 70% gangguan kesehatan utama yang dialami responden (masyarakat) adalah terkait penyakit yang bersumber dari air, misalnya diare, disentri, dan berbagai penyakit kulit. Risiko gangguan kesehatan ini berkaitan dengan pengaruh iklim dan kelangkaan air bersih.
Pembangunan wilayah pesisir tidak hanya berkaitan dengan penyediaan sarana fisik (dalam hal ini sarana pendukung sanitasi dasar), lebih daripada itu pembangunan wilayah pesisir harus memperhatikan keadaan manusia (masyarakat) sebagai subjek pembangunan. Oleh sebab itu ketersediaan sarana pendukung sanitasi saja tidak cukup, perlu adanya upaya penyadaran masyarakat tentang higiene perorangan sebagai aspek yang juga berperan penting dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Menyadari hal ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Salah satu komponen dari GERMAS adalah turut memasyarakatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan dukungan terhadap program infrastruktur berbasis masyarakat. Adanya PHBS pada dasarnya merupakan upaya sosial untuk menyebarkan pengalaman mengenai perilaku hidup bersih dan sehat kepada masyarakat. Hal ini bertujuan menjadikan sebanyak mungkin anggota masyarakat sebagai agen perubahan yang mampu meningkatkan kualitas perilaku sehari-hari dengan tujuan hidup bersih dan sehat.
Salah satu tatanan PHBS yang utama adalah PHBS rumah tangga yang bertujuan memberdayakan anggota sebuah rumah tangga untuk paham, mau, dan mampu melaksanakan perilaku kehidupan yang bersih dan sehat serta memiliki peran yang aktif pada gerakan di tingkat masyarakat. Adapun PHBS rumah tangga ini diharapkan dapat turut dilaksanakan oleh masyarakat di kawasan pesisir sebagai bentuk pelaksanaan higiene perorangan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Salah satu indikator yang dapat dijadikan acuan untuk mengenali keberhasilan dari praktik PHBS pada tingkatan rumah tangga adalah “cuci tangan dengan sabun dan air bersih”. Praktik ini merupakan langkah yang berkaitan dengan kebersihan diri sekaligus langkah pencegahan penularan berbagai jenis penyakit.
Praktik cuci tangan dengan sabun dan air besih dikenal juga dengan istilah cuci tangan pakai sabun (CTPS). Cuci tangan menggunakan air saja tanpa sabun tidaklah efektif, karena air saja tidak cukup mengangkat kotoran dan melepaskan kuman di tangan. Sabun memiliki zat yang dapat mengangkat kotoran dan membantu membunuh serta melepaskan kuman penyebab penyakit dari tangan. Dengan sabun pula kita dapat menghilangkan bau yang tidak sedap akibat memegang bahan yang menimbulkan bau. Pelaksanaan CTPS tidak hanya sekedar membasahi tangan dengan air dan menambahkan sabun, prosedur mencuci tangan pakai sabun harus dilakukan dengan tepat agar efektif melindungi diri dari kuman penyebab penyakit. Mencuci tangan dapat dilakukan sesering mungkin, namun ada waktu-waktu tertentu yang mewajibkan kita harus mencuci tangan menggunakan sabun. Sesuai himbauan Kementerian Kesehatan dikenal lima waktu penting mencuci tangan yaitu setelah buang air besar (BAB), setelah membersihkan anak yang BAB, sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan, dan setelah memegang atau menyentuh hewan. Pada saat pandemi COVID-19 saat ini, CTPS menjadi suatu kebiasaan yang harus dilakukan sesering mungkin. Sebab mencuci tangan menggunakan sabun merupakan salah satu protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19.
Sebelum terjadinya pandemi COVID-19, berbagai pihak yang fokus terhadap kesehatan masyarakat telah senantiasa mengingatkan akan pentingnya CTPS. Hal ini salah satunya terlihat dengan ditetapkannya tanggal 15 Oktober setiap tahun sebagai hari cuci tangan pakai sabun (HCTPS) sedunia atau yang dikenal dengan global handwashing day oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bekerjasama dengan berbagai organisasi (baik pihak pemerintah maupun swasta).Adapun tiga pilar dari peringatan hari cuci tangan pakai sabun adalah advokasi, edukasi, dan perubahan perilaku.
Tema HCTPS sedunia tahun 2020 adalah “Hand Hygiene for All”. Tema ini mencoba menggambarkan bahwa pandemi COVID-19 menjadi pengingat yang sebenar-benarnya bahwa satu langkah paling efektif untuk menghentikan penyebaran virus adalah dengan cara sederhana yaitu menjaga kebersihan (higienitas) tangan, lebih tepatnya adalah dengan mencuci tangan menggunakan sabun. Dalam rangka membasmi virus penyebab COVID-19 dan mewujudkan kesehatan yang lebih baik (tidak hanya sekadar mengatasi pandemi), mencuci tangan menggunakan sabun menjadi suatu prioritas baik sekarang maupun di masa mendatang. Dengan demikian slogan “kebersihan tangan untuk semua (Hand Hygiene for All)” menjadi pangingat bagi semua lapisan masyarakat untuk turut serta menjaga kebersihan tangan. Dalam rangka mendukung hal ini, perlu dukungan dan komitmen dari berbagai pihak misalnya: pemerintah, pihak swasta (perusahaan), donatur, lembaga (institusi), peneliti, dan volunter.
Selamat memperingati Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (global handwashing day) 15 Oktober 2020. Semoga kita dapat menjadi bagian dari warga dunia yang selalu menjaga kebersihan tangan demi mewujudkan kesehatan pribadi dan kesehatan masyarakat, serta senantiasa memperhatikan sanitasi lingkungan dan mempraktikkan higiene perorangan demi terwujudkan kesehatan masyarakat khususnya di wilayah pesisir. Selanjutnya yang terpenting semoga pandemi COVID-19 segera berlalu, Aamiin Allahuma Aamiin.***