TELUK SEBONG – Hujan baru saja reda, saat Tanjungpinang Pos berjalan menuju gubuk reot tempat tinggal Hendra (45), di Gang Bima, Kelurahan Tanjunguban Utara, Kecamatan Bintan Utara. Hendra berkeinginan ada satu keberuntungan guna mengubah penampilan rumahnya.
Siang kemarin, jalanan menuju rumah Hendra becek berlumpur. Maklum jalan tanah kuning sangat rawan berlumpur saat hujan. Hendra tampak sedang duduk santai di rumahnya yang terbuat dari kayu, berpanggung kayu dari hutan dan berdinding triplek bekas, spanduk dan atap bekas rumah. Ada istrinya yang sedang sibuk mengeluarkan nasi yang baru dimasak dari panci yang lapisan luarnya nyaris hitam legam semuanya. Anaknya yang duduk di bangku SD pun terlihat sedang bermain sendiri di dalam rumah yang berukuran 2×5 meter itu.
Di dalam rumah, terlihat kasur yang lusuh dan juga beberapa perabotan yang sudah rusak namun masih terpampang di dalam rumah. Dari dalam rumah bahkan terlihat cahaya dari lubanglubang dinding rumah yang tidak tertutup rapat.
Aktivitas dapur, makan hanya mengandalkan teras kecil yang dibuat dari kayu-kayu bekas. Dapurnya di luar samping rumah dengan bahan bakarnya ranting kayu. Tidak ada yang istimewa, bahkan seluruh peralatan makan dan memasak terlihat sangat-sangat sederhana.
Untuk mandi dan mencuci, Hendra memanfaatkan sumur yang berada 10 meter menurun dari rumahnya. Begitu juga cuci kakus yang hanya terbuat dari selembar kain. Mirisnya kalau hujan, air sumur mendadak keruh dan tidakdapat dipergunakan untuk memasak atau minum.
Hendra yang sudah menetap selama 10 tahun di Kelurahan Tanjunguban Utara dan baru 2 tahun menetap di Gang Bima ini hanya mampu bersyukur dengan kondisinya saat ini. Selama 8 tahun ia hidup mengontrak rumah bersama istri dan 2 anaknya dengan cara berpindah-pindah. Baru 2 tahun ia nekat membeli tanah dengan cara mencicil, itupun karena harga sewa rumah sudah semakin naik dan mahal.
Beberapa hari lalu, ditawarkan oleh Ketua RW setempat untuk diusulkan mendapatkan bantuan rehab rumah. Hendra merasa sangat senang. Namun ia tak berharap banyak karena tidak begitu paham soal bantuan rehab rumah dari pemerintah.
”Kalau dapat, alhamdulillah. Kalau tidak, ya apa boleh buat,” ucapnya dengan nada datar.
Ia mengatakan, tempat tinggal saat ini memang sudah disyukuri, namun kondisi lingkungan yang banyak nyamuk membuat tidur tidak begitu nyaman. Maklum saja di berbagai sudut rumah lubang-lubang mengangah tempat nyamuk masuk banyak banyak.
”Ya itu lah tidur pakai kelambu, kalau tidak ya tidak bisa tidur. Mulai jam 5 sore nyamuk sudah banyak. Pakai obat nyamuk bakar tidak mempan,” jelasnya, sambil menoleh ke arah kamar.
Ia mengatakan, dengan pekerjaan saat ini sebagai tukang harian dan serabutan lainnya. Memang terasa berat. Apalagi cicilan tanah masih sampai bulan Maret tahun depan. Apalagi kondisi Covid-19 selama 5 bulan terakhir sangat memukul pendapatannya.
”Karena korona, jarang ada kerjaan. Bos bos itu pun banyak setop bangun ini itu. Ya, tapi ada lah kerja serabutan dikit-dikit pak. Alhamdulillah masih bisa nyambung hidup,” ungkapnya.
Dengan adanya usulan rehab rumah pemerintah, sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh keluarga tersebut, terutama kedua anaknya yang masih duduk di bangku SD dan SMP.
”Ya beruntung lah ada sambungan listrik, tapi dari rumah tetangga. Kami bayar Rp150 ribu per bulan. Ini lebih baik karena sudah terang dan anak gampang belajar. Kalau mau nyambung dari PLN, kami belum sanggup,” ujarnya. (aan)