Tak Berkategori  

SSB Tak Sanggup Memulai Latihan

PSSI telah menyusun buku panduan tentang protokol kesehatan sepak bola Indonesia, di masa adaptasi kebiasaan baru Covid-19. Sayangnya, sejumlah SSB di Kota Tanjungpinang tak sanggup memulai latihan di masa new normal (normal baru) sekarang.

TANJUNGPINANG – PEMBINA Sekolah Sepak Bola (SSB) PSTK Tanjungpinang Mahyuddin menyambut baik, dengan penerbitan buku panduan protokol kesehatan yang diterbitkan oleh PSSI. Hanya saja, kata Mahyuddin, buku pedoman itu bukan suatu keharusan bagi SSB maupun akademi sepak bola untuk menjalani latihan rutin.

”Nah, untuk SSB PSTK Tanjungpinang, kami tak sanggup memulai latihan sekarang ini. Berat kalau kita ikuti petunjuk dari buku pedoman yang dibuat PSSI itu,” kata Mahyuddin.

Untuk pedoman pertama saja, lanjut Mahyudin, setiap SSB atau akademi sepak bola melakukan pemeriksaan rapid test atau swab test Covid-19 sebanyak 1 kali setiap minggunya. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap para pemain dan ofisial tim atau pelatih.

”Saya yakin, tak ada anak maupun orangtua siswa SSB yang sanggup untuk melakukan pemeriksaan setiap minggu ini. Besar biayanya,” ucap Mahyuddin.

Itu, tambahnya, baru satu item. Belum lagi yang lain, berat juga untuk dilaksanakannya. Makanya, SSB PSTK Tanjungpinang belum sanggup memulai latihan.

”Lagian, Tanjungpinang masih zona kuning untuk pandemi Covid-19 ini. Cukup besar risiko yang kita hadapi, kalau memulai latihan SSB, pada saat ini,” sambungnya.

Pada kesempatan lain, Ketua SSB Bina Bintang Muda Kepri Seviyandi Bakar juga menyatakan hal yang sama. Menurutnya, SSB Bina Bintang Muda Kepri menunda jadwal untuk memulai latihan, pascapandemi Covid-19. Karena, persyaratan yang dicantumkan dalam pedoman atau buku panduan yang dibuat PSSI, sangat memberatkan siswa. Terutama untuk biaya melakukan rapid test, dan harus diperiksa ulang seminggu sekali.

”Sekali rapid test, itu biayanya Rp400 ribu. Dalam sebulan, rata-rata 4 kali rapid test, sudah Rp1,6 juta. Melakukan pemeriksaan rapid test seminggu sekali bagi pemain dan pelatih, merupakan hal yang imposible untuk dilaksanakan bagi SSB di kabupaten/kota. Kami menunggu sampai kondisi benar-benar normal,” ujar Sevi.

”Menurut saya, buku panduan PSSI itu secara tidak langsung mematikan atau menghentikan aktivitas Sekolah Sepak Bola (SSB) di daerah,” tutupnya. (fre)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *