Tak Berkategori  

Mengukur Kemampuan Pemda Melakukan PSBB dalam Menghadapi Covid-19

Oleh: Indra Martias, SKM, MPH
Dosen Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang

Status Pandemi global virus corons/covid-19 telah diteptapkan WHO pada tanggal 12 Maret 2020. Dengan naiknya status corona/ covid19 menjadi pandemi ini, WHO berharap negara-negara di dunia bisa melakukan penanganan secara ekstra. Laporan WHO terakhir menyebutkan covid-19 telah menginfeksi +1,9 juta penduduk dunia dan jumlah yang meninggal + 120 ribu jiwa termasuk di Indonesia.

Undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan menyatakan Indonesia berkomitmen melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia sebagaimana yang diamanatkan dalam regulasi internasional dibidang kesehatan, dan dalam melaksanakan amanat ini Indonesia harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar kebebasan seseorang, dan penerapannya secara universal. Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/ atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.

Dengan keluarnya Peraturan Menteri Kesehatan 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Bersekala Besar menunjukkan keseriusan pemerintah dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. Prasyarat diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah terpenuhinya kriteria situasi penyakit berupa peningkatan signifikan jumlah kasus dan/atau kematian akibat penyakit, penyebaran kasus yang cepat ke beberapa wilayah, dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain. Karenanya, penetapanPembatasan Sosial Berskala Besar oleh Menteri Kesehatan didasarkan pada terjadinya peningkatan jumlah kasus dan/atau kematian secara bermakna dalam kurun waktu tertentu, penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu, dan ada bukti terjadi transmisi lokal.

Adapun mekanisme penetapan PSBB suatu daerah antara lain gubernur/bupati/walikota menyampaikan usulan kepada Menteri Kesehatan disertai dengan data gambaran epidemiologis dan aspek lain seperti ketersediaan logistik dan kebutuhan dasar lain, ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan perbekalan kesehatan termasuk obat dan alat kesehatan. Data yang disampaikan kepada Menteri juga termasuk gambaran kesiapan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di daerah.

PSBB dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran. Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum; pembatasan kegiatan sosial dan budaya; pembatasan moda transportasi; dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Pembatasan tempat atau fasilitas umum dikecualikan untuk: (a) supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi; (b) fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan (c) tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olah raga.

Sejumlah daerah tidak mau terburu-buru dalam mengajukan kebijakan PSBB ini hal ini berkaitan dengan besarnya anggaran untuk mengatasi dampak sosial akibat penerapan kebijakan tersebut. Banyak pemerintah daerah ingin mengkaji terlebih dahulu kesiapan anggaran dan operasional daerah dalam menanggulangi pandemik Covid-19 ini. Akan ada pemotongan anggaran yang dipergunakan untuk mitigasi risiko pembatasan sosial. Pemda yang mengajukan permohonan PSBB harus disertai dengan data yang meliputi peningkatan jumlah kasus menurut waktu yang disertai kurva epidemiologi, penyebaran kasus menurut waktu disertai peta penyebaran menurut waktu, kejadian transmisi lokal yang disertai hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga. Selain itu, harus disertai pula penyampaian informasi kesiapan daerah mengenai kesediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial dan aspek keamanan.

Presiden telah menginstruksikan untuk mengawal implementasi PSBB. Pemerintah daerah dan pusat harus saling bersinergi demi kesuksesan kebijakan dalam mengendalikan penyebaran virus covid-19. Jangan ada perbedaan antara daerah satu dengan daerah lainnya, termasuk juga bertentangan dengan kebijakan pusat.

Menurut Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro mengatakan alasan Presiden Joko Widodo menempuh kebijakan PSBB merupakan paling rasional dalam penanganan Covid-19 dibanding sejumlah usulan sejumlah pihak. Selain itu, terdapat pertimbangan pengamatan
terhadap warga negara dan karakteristik bangsa yang terdiri dari sejumlah pulau serta jumlah penduduk dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *