BATAM – PT Batam Sentralindo (PT BS) memastikan bahwa lahan seluas 75 hektar untuk pembangunan proyek depo minyak di Batam telah siap sejak tahun 2013. PT BS sebagai pengembang dan pengelola kawasan industri telah menyerahkan lahan tersebut kepada PT West Point Terminal (WPT) sebagai perusahaan yang akan membangun depo minyak berkasitas 2,6 juta kilo liter minyak.
Menurut kuasa hukum PT Batam Sentralindo Djamaris Defrizal Djamaris, melalui keterangan resmi, Rabu (18/3), PT WPT merupakan perusahaan patungan dengan 95 saham dikuasai oleh Sinomart KTS Development Limited, anak usaha Sinopec Grup asal Tiongkok. Sebagai pengembang dan pengelola kawasan industri Westpoint Maritime Industrial Park (WMIP), PT BS telah menyerahkan lahan kepada PT WPT.
“Jadi kewajiban PT BS sebagai pengembang dan pengelola kawasan industri sudah selesai ketika lahan dan berbagai infrastruktur pendukungnya telah sesuai ketentuan,” katanya.
Ketentuan dimaksud sesuai Peraturan Pemerintah nomor 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 28 Desember 2015. “Itu sebabnya pada tahun 2017 BKPM menetapkan kawasan industri WMIP sebagai kawasan yang memperoleh Kemudahan Investasi Langsung Kontruksi atau KLIK,” jelas dia.
Menurut Djamaris sesuai PP 142 tahun 2005 itu, perusahaan pengembang dan pengelola kawasan industri memiliki kewajiban diantaranya; menyiapkan lahan minimal 50 hektar dalam satu hamparan, membangun infrastruktur kawasan industri, membentuk pengelola kawasan industri dan membangun gedung pengelola. Dan seluruh kewajiban dalam PP 142/2015 itu sudah dilaksanakan oleh PT BS.
“Jadi sesungguhnya yang wajib membangun proyek depo minyak di kawasan industri WMIP adalah PT WPT. Sesuai maksud dan tujuan pendirian PT WPT dalam anggaran dasarnya memang untuk membangun dan mengelola depo minyak karena memang punya keahlian disektor migas, sedangkan maksud dan tujuan pendirian PT BS dalam anggaran dasarnya memang sebagai perusahaan kawasan industri yang menyediakan lahan dikawasan industri miliknya untuk disewakan kepada perusahaan-perusahaan industri termasuk PT WPT,” ujar Djamaris menambahkan.
Djamaris juga menegaskan bahwa pembangunan kawasan industri WMIP sepenuhnya dijalankan oleh PT BS sebagai perusahaan lokal di Batam. Awalnya kawasan ini merupakan gugusan pulau Janda berhias dengan lahan darat seluas 42 hektar. PT BS kemudian melakukan reklamasi perairan laut di depan daratan Pulau Janda Berhias seluas 60,5 hektar. Untuk kawasan industri ini PT BS telah mengantongi seluruh perijinan, termasuk Hak Guna Bangunan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Batam.
“Sampai saat ini, meskipun lahan sudah diserahkan / handover dengan kondisi clean and clear kepada PT WPT sebagai penyewa lahan dan pelaku industri pemilik proyek depo, PT BS masih belum menerima total pelunasan biaya sewa. Tetapi komitmen kami adalah proyek ini bisa segera dibangun dulu, agar dapat membuka lapangan kerja yang memberi dampak positif bagi perekononian di Provinsi Kepri kota Batam,” ungkapnya.
Rencananya PT WPT akan menginvestasikan dana senilai USD 841 juta atau lebih dari Rp 11 triliun untuk pembangunan proyek depo minyak itu. Namun proyek ini terhenti lantaran biaya kontruksi melonjak lebih USD 151 juta atau lebih dari Rp 2,1 triliun dibandingkan harga penawaran tender yang diajukan oleh 13 EPC Contractor dari 6 negara.
EPC Contractor dari Australia, Singapura, Belanda, Korea, Malaysia dan Indonesia itu menawarkan harga total tender hanya sebesar USD 586,97 juta. Sementara lewat penunjukkan langsung kepada Sinopec Engineering Group, Sinopec menetapkan harga USD 738 juta. Pemegang saham lokal dari PT WPT yaitu PT Mas Capital Trust merasa keberatan dengan lonjakan biaya tersebut. Dikhawatirkan perusahaan dapat mengalami kebangkrutan atas beban kewajiban yang lebih besar dari seharusnya.
Djamaris menerangkan, pemegang saham lokal keberatan karena biaya kontruksi depo itu 70 persen akan menggunakan pinjaman kepada pihak ketiga. Dengan adanya pembengkakan biaya lebih dari Rp 2,1 triliun, PT MCT khawatir perusahaan patungan akan sulit menjalankan bisnisnya. Ditambah lagi pihak Sinopec menunjuk langsung kontraktor pembangunan depo minyak itu, dimana hal itu menyalahi kesepakatan pemegang saham PT WPT bahwa penetapan kontraktor harus melalui tender international dan hukum Indonesia.
“Sebagai pengusaha lokal, PT MCT juga ingin memastikan bahwa proyek ini dapat menyerap tenaga lokal. Sehingga masyarakat Batam dapat ikut berpartisipasi ketika proyek ini berjalan,” tegas Djamaris. (mbb)