FTZ Tanjungpinang Mati Suri
Sudah 10 tahun Tanjungpinang memiliki dua kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau free trade zone (FTZ), yaitu Senggarang dan Dompak Darat. Tapi tak diurus hingga masih nihil investasi.
TANJUNGPINANG – Badan Pengusahaan (BP) Tanjungpinang terus mempromosikan kawasan FTZ tersebut ke investor luar negeri maupun dalam negeri. Tapi, belum ada satupun investor yang berminat menanamkan modalnya di kawasan FTZ yang di resmikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada tahun 2009, lalu.
Total luasnya 2.933 hektare (Ha) dengan rincian, wilayah Dompak 1.300 haktare (Ha) dan Senggarang 1.333 Ha.
Pernah ada perusahaan ingin bangun pabrik rokok di kawasan FTZ Dompak, yakni PT Megatama Batu Karang Indonesia (PT MBKI). Perusahaan rokok, telah tersebut sudah lakukan peletakan batu pertama oleh Gubernur Kepri H Nurdin Basirun, saat itu. Tapi tapi hingga kemarin, tidak jadi dibangun-bangun. Bahkan lokasinya sudah ditumbuhi rumput ilalang.
Berbeda dengan kawasan FTZ lainnya di Kepri. Seperti di Batam, Bintan dan Karimun, tiga daerah tersebut kawasan FTZ-nya cukup berkembang. FTZ di kawasan Dompak, sudah ada pelabuhan bongkar muatnya tapi belum bisa difungsikan. Akses jalan menuju pelabuhan itu sudah diaspal baru-baru ini.
Akademisi dan juga Ketua Stisipol Raja Haji Endri Sanopaka melihat, tidak berkembangnya FTZ di Tanjungpinang, karena minimnya infrastruktur dibangun pemerintah daerah di lokasi FTZ.
Selain itu, pemerintah daerah juga belum melakukan pembebasan lahan. Jadi, para investor kalau ingin masuk, ia harus mengeluarkan modal cukup besar dulu, hanya untuk mem membebaskan lahan. Berbeda dengan kawasan FTZ Bintan, Batam dan Karimun. Lokasi FTZ tersebut sudah tersedia kawasan industri.
Jadi, investor tinggal membawa modal dan berinvestasi, tidak perlu lagi memikirkan bangun gedung dan sarana lainnya.
”Di Kawasan FTZ kita juga belum ada pelabuhan bebas. Itupun yang di Dompak belum dioperasikan,” kata Endri Sanopaka, Ketua Stisipol Raja Haji kepada Tanjungpinang Pos, Selasa (7/1).
Tidak seperti, kata Endri, di Kabupaten Bintan yang memiliki dua pintu masuk perdagangan bebas tersebut. Pintu masuk perdagangan bebas melalui pelabuhan bebas.
Ada dua pelabuhan bebas di Kabupatem Bintan, yakni Pelabuhan Lobam dan Pelabuhan Kijang. Dua pelabuhan bebas tersebut sudah ditetapkan hingga tertuang di PP Nomor 41 tahun 2017 atas perubahan PP Nomor 47 tahun 2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan pelabuhan.
Masalah di Tanjungpinang, adalah hanya dua wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan bebas, serta tidak memiliki pelabuhan bebas untuk dijadikan pintu masuk perdagangan bebas.
Seharusnya, saran dia, Tanjungpinang harus memiliki pelabuhan bebas, sama seperti di Kabupaten Bintan. Kalau tida punya pelabuhan bebas, bagaimana perdagangan bebas bisa masuk hingga sampai di kawasan FTZ tersebut.
Kemudian, percuma saja ada dua kawasan bebas tersebut. Sebab, barang yang keluar dari kawasan bebas akan dikenakan pajak. Misalnya, barang bebas keluar dari pelabuhan bebas menuju ke Senggarang. Otomatis, barang tidak bayar pajak masuk ke kawasan tidak bebas. Begitu juga dengan barang yang keluar dari kawasan bebas, otomatis akan dikenakan pajak.
Selain itu, status lahan yang masih tumpang tindih. Ini perlu peran dari pemerintah daerah untuk selesaikan permasalahan tersebut. Agar tidak ada lagi permasalahan status lahan tumpang tindih. Bila perlu, keseluruhan Pulau Bintan di buat kawasan bebas.(ANDRI – ABAS)