TANJUNGPINANG- Ratusan pasangan sah suami istri (Pasuntri) masih belum memiliki buku nikah dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kementerian Agama Kota Tanjungpinang.
Pemerintah dituntut gencar untuk menyosialisasikan peraturan perundang-undangan kepada masyarakat. Undang-undang tentang pernikahan belum ditaati secara penuh.
Padahal, ketentuan tersebut jelas diatur dalam UU 1/1974 tentang Perkawinan. Sebagian masyarakat selama ini hanya menikah siri tanpa mengurus administrasi sesuai ketentuan negara. Buktinya, Pemko telah menjembatai menggelar nikah massal, umumnya peserta nikal massal banyak yang sudah punya cucu. Sangat banyak peminatnya.
Pemko juga menjembatani menggelar sidang Isbat Nikah bersama dengan Pengadilan Agama Tanjungpinang.
Tingginya jumlah nikah sirih atau nikah di bawah tangan juga terungkap saat pasuntri tersebut mengurus akta kelahiran putra dan putrinya di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Tanjungpinang.
Setelah dicek, pernikahan pasangan suami istri tersebut tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Disdukcapil.
”Kita tak bisa mengeluarkan akta kelahiran kalau orang tua tidak bisa menunjukan surat nikah dari KUA,” ujarnya, kemarin.
Hampir setiap bulan, Irianto melalui petugas Disdukcapil Kota Tanjungpinang selalu menerima berkas mengajuan pembuatan Akta Kelahiran anak. Dari berkas pengajuan, ada salah satu syarat yang tidak dipenuhi oleh masyarakat disaat ingin membuat Akta Kelahiran anak, yaitu buku nikah orang tua anak tersebut.
Ternyata, orang tua anak tersebut nikah di bawah tangan alias nikah sirih. Ini diakui oleh orang tua anak, saat petugas Disdukcapil Kota Tanjungpinang menanyakkan buku nikah tersebut.
”Setiap satu bulan lebih lima orang yang ingin membuat Akta Lahir anak,” ucap Irianto.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 tahun 2018, kata mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tanjungpinang ini, pernikahan di bawah tangan sering disebut nikah sirih, atau menurut agama serta kepercayaan masing-masing, baik itu nikah dilakukan di Gereja, Kelenteng dan tempat ibadah lainnya, adalah nikah yang tidak tercatat di Kantor KUA atau Disdukcapil.
Disdukcapil Kota Tanjungpinang, kata dia, tetap mengeluatkan Akta Kelahiran anak tersebut. Cuman, ada catatan terlampir di Akta Kelahiran anak tersebut.
Intinya, anak tersebut dari hasil hubungan pasangan suami istri yang nikahnya belum tercatat menurut UU berlaku. Kemudian, ia khawatirkan anak tersebut tidak bisa menuntut hak waris dari orang tuanya.
Untuk tetap anak dapat warisan dari orang tuanya, pihaknya akan bekerjasama dengan Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang. Agar PN Tanjungpinang untuk dapat menggelar sidang pengakuhan atau pengesahan nama anak tersebut. ”Mudah-mudahan, sidang pengakuhan atau pengesahan nama anak tersebut, kita terapkan pada tahun 2020 nanti,” sebut dia. (dri)