Tak Berkategori  

Harapan Warga Kepri, Gas PGN Jangan Cuma Lewat di Depan Mata

IRONI DI NEGERI PENGHASIL MINYAK DAN GAS BUMI

Dewi Asnita (38), warga Ranai, Kabupaten Natuna menggunakan kompor gas listrik. Belum menggunakan gas bumi yang tersalur dari pipa seperti warga di Batam ataupun Singapura. Padahal sumur gas di Natuna salah satu penghasil gas terbesar Indonesia, yang sudah belasan tahun beroperasi. Pipa-pipa gas itu hanya melalui laut Natuna sampai Singapura, tapi tidak singgah di rumah warga di Kepulauan Riau. Bahkan konsumsi gas di Batam untuk listrik dan rumah tangga berasal dari pipa gas terhubung dari Palembang dan Jambi.

NATUNA DEWI Asnita salah seorang yang memiliki keahlian memasak. Setiap hari pelbagai menu makanan yang dia masak. Resep masakan diperolehnya dari majalah dan dari internet. Sehingga selain menunggu toko di rumahnya, Dewi belajar memasak.

Bukan hanya masak sayur, masak kue pun wanita berkulit putih ini mahir. Hasil kerjanya terkadang di unggah di Instagram miliknya. Bahkan di group Whatsapp teman teman SMP tahun lulus 1997. Bukan hanya Dewi, Sri Dayanti, warga Kabupaten Anambas juga masih menggunakan gas tabung yang sebenarnya lebih mahal dibandingkan dengan gas pipa yang didistribusikan oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) Tbk. Kedua orang itu berada di daerah negeri penghasil migas di Indonesia. Namun mereka belum merasakan betapa murah nya menggunakan gas bumi yang terhubung dari pipa yang dipasok PGN. Saat ini di Kepri, baru di Batam yang bisa menggunakan gas tersebut. Sementara enam kabupaten kota lainnya seperti di Tanjungpinang belum menggunakan gas bumi dari jaringan pipa PGN. Apalagi seperti di Kabupaten Natuna, Anambas, Lingga, Karimun dan Bintan.

”Saya masih menggunakan gas tabungan. Dan terkadang gas listrik,” ujar Dewi Asnita seorang pedagang di di Kota Ranai, Kabupaten Natuna kepada Tanjungpinang Pos, Minggu (24/11).

Ia berharap juga gas PGN yang katanya murah sampai ke Natuna. Sedangkan menurut Sri Dayanti, seorang warga Tarempa, Kabupaten Anambas mengakui, sampai sejauh ini mereka belum menikmati gas bumi seperti beberapa perumahan di Batam.

”Kami masih menggunakan gas LPG tabungan. Karena belum masuk model pipa seperti di Batam itu,” ujar Sri Dayanti.

Informasi yang diperoleh Sri dari kawannya di Batam, penggunaan gas bumi jauh lebih murah hingga 60 persen dibandingkan gas LPG. Dan tentu juga lebih efisien. Dia berharap, pemerintah melalui PGN membangun jaringan pipa gas ke rumah tangga di Anambas.

”Karena sebagai daerah penghasil gas, kami hanya melihat proses produksi, pekerja membangun pipa pipa gas, tapi gas dari perut bumi Natuna dan Anambas tidak sampai di kita. Apalagi gas LPG sampai di Anambas mahal dua kali lipat dibandingkan dengan di Tanjungpinang maupun Batam,” ujar Sri.

Sementara di Batam, sampai Oktober 2019, PGN mencatat mereka sudah membangun 141,3 Km jaringan pipa gas Kota Batam. Panjangnya pipa yang sudah dibangun hampir di sebagian besar Pulau Batam, nantinya bisa menjangkau rumah warga. Sampai saat ini gas bumi baru bisa digunakan 4.720 pelanggan rumah tangga, 93 industri dan komersial, 29 pelanggan kecil. Sales Area Head PT PGN Batam, Wendi Purnomo, menyatakan, tahun 2020, jumlah tersebut akan bertambah banyak. Sudah ada 4.000 rumah tangga di Batam yang telah didata untuk mendapatkan sambungan gas rumah tangga (jargas) dari Kementerian ESDM. Pipa tersebut langsung terhubung dari pipa induk PGN ke rumah rumah warga. Konsumen antusias menggunakan program pemerintah ini karena dianggap murah dibandingkan dengan pakai tabung gas LPJ. 4.000 rumah tangga calon penerima program jargas ini tersebar di wilayah Batam Kota, Batam Center, Batuaji, Tanjunguncang, Nagoya, Batuampar, dan Kabil.

”60 persen pelanggan di Batam saat ini berasal dari PLN. Sedangkan jumlah penggunaan gas mencapai 70 BBTUD yang berasal dari jaringan pipa Pelembang dan Jambi,” ujarnya kepada Tanjungpinang Pos, pertengan November 2019. Menurutnya, setakad ini, PGN belum melayani warga di Tanjungpinang. Pasalnya, untuk membangun jaringan pipa gas dari Batam ke Tanjungpinang memerlukan anggaran besar. Sehingga PGN mengoptimalkan pemasaran di Batam. Kecuali ada perintah dari pemerintah untuk melayani masyarakat Tanjungpinang.

”Itu lain lagi. Seperti pemasangan gratis pipa di beberapa perumahan di Batam ini juga perintah dari pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM. Kalau ada perintah pasti dilaksanakan,” ujar Wendi yang baru bertugas di Batam beberapa bulan.

Dia mengatakan, jaringan gas dari Natuna melintasi Kepulauan Riau hingga ke Singapura bukan milik milik PGN. Sehingga PGN tak bisa memaksimalkannya. Bahkan, rencana pembangunan sambungan pipa dari Pulau Pemping, Kota Batam menghubungkan ke pipa untuk distribusi warga Batam pun terhambat belum terlaksana sampai sekarang.

Wendi mengatakan, saat ini penggunaan gas bumi di Batam belum maksimal karena terkendala dengan penyebaran dan pemasangan jaringan distribusi. Karena untuk rumah tangga PGN masih menunggu penugasan dari pemerintah pusat untuk pemasangan jaringan pipa gas. ”Termasuk di 2020 nanti kita memasang jaringan kepada 4.000 KK rumah tangga di Batam,” ujarnya.

Perumahan di Batam yang sudah terhubung jaringan pipa PGN seperti Perum Fanindo, Buana Raya, Genta 2, Villa Muka Kuning 1 dan 2, Bambu Kuning, PKP, Graha Nusa, Mitra Raya, Taman Karina, Muka Kuning Indah 2, Puri Surya, Taman Teratai, Sentosa Perdana, dan Buana Point. Mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Lukita Towo lebih tertarik jika ke depan masyarakat Batam menggunakan gas pipa dari PGN. Karena tak terlu khawatir kelangkaan gas LPG seperti yang terjadi saat ini di Batam. Dengan gas bumi menurut dia sebagai solusi jangka panjang agar ada jaminan kebutuhan energi di Batam terpenuhi. Hanya saja Pemko Batam dan PB Batam harus kerjasama dengan PGN dalam hal soal lahan dan izin pemasangan pipa.

”Gas bumi lebih menarik untuk kelangsungan dan ketahanan energi. Lagi pula perumahan di Batam sudah tertata memudahkan PGN memasang pipa gas,” ujarnya.

Selama sepekan ini warga di Batam mengalami kelangkaan gas 3 Kg. Hal itu membuat Pertamina dan Pemko Batam melakukan operasi pasar di beberapa kecamatan. Tapi, ketika Pertamina melakukan operasi pasar, malah warga tidak tertarik untuk membeli. Banyak tabung gas harus dibawa balik ke gudang Pertamina. Seorang ibu rumah tangga, Ribka di Perumahan Fanindo, Sagulung, terlihat menenteng tabung gas elpiji, 3 Kg warna hijau. Perempuan itu menyusuri jalan di perumahan itu, untuk mencari gas. Dia berjalan perlahan dia akhirnya, memilih perumahan yang berdampingan dengan perumahannya. Setelah berjalan sekitar 500 meter, Ribka akhirnya menemukan tabung gas elpiji.

”Semoga sambungan gasnya sampai di perumahan kami ini. Tahun ini katanya sudah disambung. Aku sudah capek, tiap gas habis, harus angkat tabung,” katanya.

Kini dia bisa berlega hati, karena tidak lama lagi perumahan yang mereka tinggali, akan dipasang pipa gas. Sehingga dia tidak harus keliling lagi untuk mencari gas. Terlebih, untuk memasang gas elpiji, Ribka mengaku selalu was-was. ”Mau pasang sambungan dari tabung ke kompor, was-was kita. Belum lagi takut bocor. Belum lagi harus kita goyanggoyang dulu, biar gasnya naik ke kompor,” ungkap Ribka sambil melepas senyumnya kepada Tanjungpinang Pos, belum lama ini.

Tidak terucap kalimat khawatir dari Ribka, atas pipa gas, jika masuk dan mengalir ke dapur, tempat dirinya memasak setiap hari. Terlebih, sebelumnya mereka sudah menerima penjelasan dan pencerahan dari pihak PGN, terkait dengan gas bumi. ”Kalau pipa, lebih aman. Kan, kata bapak PGN, pipanya kuat. Kalaupun bocor, langsung menguap karena ringan. Jadi tidak mengendap di bawah,” kata Ribka.

Zuhratul Aini, warga di Perumahan Bida Asri mengaku puas dengan gas yang disalurkan PGN. Selain murah dari gas LPG, gas dipasok PGN lebih aman dan praktis. ”Lebih efisien dan ramah lingkungan. Kita tidak terlalu khawatir gas habis. Dan memasak pun cepat. Yang penting lebih hemat,” ujarnya.

Permintaan gas bumi naik

Berdasarkan laporan dari Jurnal Makara J. Technology pada 2015, saat ini pertumbuhan rata-rata permintaan gas di seluruh dunia mencapai 1,6% per tahun, yaitu dari 3,4 triliun meter kubik (TCM) pada 2013 hingga 5 TCM pada 2035. Pertumbuhan terbesar terjadi di China (6,6%) dan Asia (4,4%). Pertumbuhan ini, menurut penulis di Jurnal Makara Marwan Batubara, berpotensi dipenuhi oleh ladang gas Natuna Timur, khususnya untuk Jepang, Korea dan Cina, serta Singapura dan Thailand, baik melalui jaringan pipa dan LNG melalui pengaliran gas ke dalam negeri.

Dan gas dari Natuna seluruhnya mengalir ke Singapura melalui pipa bawah laut. Seharusnya pipa ini juga mengalir ke Batam melalui lokasi pipa di dekat Pulau Pemping untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dari lapangan gas Natuna ke dalam negeri. Dan wacana sejak 2016 melalui penugasan Menteri ESDM itu gagal terlaksana. Gas dari blokblok di Natuna diekspor lantaran masih minimnya infrastruktur pipa gas bumi di dalam negeri. Dengan keberadaan pipa ini harapannya gas dari Natuna bisa dimanfaatkan dalam negeri, salah satunya untuk kebutuhan PLN di Batam. Panjang jumper dari Pemping ke Batam diperkirakan 6,5 Km.

Rencana awal jika pipa dari Pulau Pemping terhubung, untuk tahap awal, pipa ini akan mengalirkan gas sebanyak 40 sampai 90 mmscfd ke Pulau Pemping. Gas tersebut akan dipakai untuk pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) milik PLN Batam. Gas yang dialirkan melalui pipa tersebut berasal dari Lapangan Gajah Baru, Blok A Natuna. Selama ini gas dari Blok tersebut diekspor ke Singapura dengan volume mencapai 325 MMSCFD. Ketika pipa tersebut beroperasi, ekspor gas ke Singapura tidak akan terganggu. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 6105 K/12/MEM/2016, penugasan kepada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk menggunakan anggaran perseroan.

Wendi dari PGN tidak mengetahui persis soal pembatalan pembangunan pipa PGN dari pipa gas Natuna. ”Ini bukan ranah PGN daerah. Itu semua kebijakan pemerintah pusat,” kata Wendi menjelaskan.

Gas di Natuna yang dialirkan melalui Pipa WNTS ke Singapura sudah beroperasi lebih dari 18 tahun dan sudah mencapai nilai keekonomiannya, sehingga sudah saatnya untuk memberikan kontribusi kepada rakyat Kepri. Seharusnya jika PGN melaksanakan pembangunan tersebut, sambungan akan selesai pada akhir 2017 ini. Juga akan mengintegrasikan pasokan gas dari Natuna hingga ke Pulau Jawa.

Sebelumnya, Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Danny Praditya, mengungkapkan proyek sambungan pipa gas memang diproyeksikan mengintegrasikan pasokan gas dari Natuna hingga ke Pulau Jawa. Tujuannya, agar pipanya berstatus open access sehingga dapat digunakan oleh masyarakat banyak dengan membayar toll fee yang besarannya ditentukan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.

Hanya karena salah satu pelanggan yakni PLN Batam masih over supply, maka rencana tersebut ditunda sampai belum ada kepastian hingga saat ini. PLN Batam sebelumnya diproyeksikan menyerap gas sebesar 50 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk membantu memenuhi kebutuhan di wilayah Batam.

Dalam rencana awal pipa sepanjang 5 Km dan berukuran 16 inch dengan kapasitas maksimal bisa mencapai 120 MMSCFD yang akan dibangun tersebut nantinya akan menghubungkan WNTS ke Pulau Pemping, sehingga gasnya bisa digunakan untuk PLN Batam.

PGN juga dalam rencana induk tahun 2012 – 2025, telah direncanakan pembangunan Jalur Pipa Gas Bumi Trans Kalimantan sepanjang 2.019 Km yang membentang dari Bontang-Banjarmasin-Palangka Raya hingga Pontianak untuk mengangkut Gas Bumi dari Bontang dan Natuna guna memenuhi kebutuhan energi gas alam di seluruh Pulau Kalimantan.

Tokoh Melayu di Kalimantan Barat, Erwan Irawan berharap pipa gas milik PGN atau pemerintah bisa menghubungkan Pontianak dengan saluran pipa dari Natuna itu. Harapannya masyarakat di Pontianak dapat pelayanan gas bumi yang murah untuk keperluan industri dan UMKM serta kebutuhan rumah tangga.

”Tentu kita ingin gas murah. Apalagi macam saya yang sudah pensiun ini,” ujar Erwan, kepada Tanjungpinang Pos, awal November 2019.

Erwan merupakan pensiunan Dinas Kehutan Kalimantan Barat itu. Dan juga tokoh Melayu di Kalbar. Pengamat energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radi mengatakan, pemerintah harus membenahi masalah dalam perdagangan gas di Indonesia.

”Saya melihat ada dua permasalahan utama yang menyebabkan harga gas di Indonesia mahal. Pertama, kita memang kekurangan infrastruktur untuk mengalirkan gas dari hulu ke konsumen, termasuk ke PLN misalnya. Itu tidak ada infrastrukturnya,” jelas dia.

Untuk mengatasi hal tersebut, menurut Fahmi, pemerintah seharusnya membuat regulasi yang mewajibkan para trader gas untuk membangun infrastruktur tersebut. Saat ini, kata dia, sudah ada trader yang mengembangkan hal itu tapi masih belum mencukupi.

”PGN atau Pertagas sudah mengembangkan tapi kan belum mencukupi. Sedangkan, banyak trader yang tidak memiliki infrastruktur, tapi dia mendapatkan jatah gas. Sehingga, dia jadi makelar di situ,” ujar Fahmi.

”Karena tidak punya infrastruktur, mereka menjualnya ke PGN atau Pertagas. Mereka kemudian mengambil margin dari sana. Karena itu harganya jadi naik. Mestinya yang seperti itu dilarang,” ungkap dia.

Fahmi menuturkan, pemerintah Indonesia seharusnya mendorong pembanguan infrastruktur untuk penyaluran gas. Sehingga, gas yang sumbernya tersebar di berbagai wilayah di Indonesia ini bisa tersambung ke hilir, yaitu pengguna.

”Itu yang tidak dilakukan. Singapura, Malaysia, dan bahkan Vietnam, dengan segala skema yang ada, pemerintahnya itu mendonrong pembangunan untuk infrastruktur tadi,” jelas Fahmi seperti dilansir Republika.

Selain membangun infrastruktur, pemerintah juga ia sarankan untuk berani melarang trader yang tidak memiliki infrastruktur. Dengan larangan tersebut, lanjut Fahmi, siapapun yang ingin masuk ke industri gas akan terdorong untuk membangun infrastruktur itu. Saat ini ekspor gas ke Singapura disalurkan melalui pipa milik PT Trans Gas Indonesia kepada Sembawang Corporation dan Gas Singapore Pvt Ltd (GSPL). Gas tersebut berasal dari Blok Koridor, Sumatera Selatan, sebesar 300 juta kaki kubik per hari (MMSFCD) dan dari Blok Natuna Sea sebesar 100 MMSCFD.

Berdasarkan pasokan gas bumi yang dimiliki Indonesia, Region II merupakan region dengan pasokan gas bumi terbesar yang berasal dari wilayah Kepri dan pasokan dari region lain. Region II membentang dari Wilayah Kepulauan Riau, Sumatera Bagian Tengah dan Selatan serta Jawa Bagian Barat.

Per Januari 2017, cadangan gas bumi Region II sebesar 74,83 TSCF. Wilayah Natuna mendominasi kepemilikan cadangan sebesar 49,60 TSCF, dengan Exxon Mobil Oil (EMOIPertamina) sebesar 46,00 TSCF disusul Medco E&P Natuna 1,76 TSCF dan Permier Oil sebesar 1,66 TSCF, lainnya dari Star Energy sebesar 0,18 TSCF.

Untuk LNG, kontrak NR dengan produsen LNG (Bontang – Tangguh) akan berakhir di 2022, namun untuk menjaga kelangsungan pembangkit listrik di Jawa Barat maka akan memanfaatkan fasilitas eksisting. Sehingga, sampai dengan 2027 terdapat pasokan LNG, dan wilayah Jawa Bagian Barat terpasok 578,21 MMSCFD di 2018 naik menjadi 592,86 MMSCFD di 2020 disebabkan adanya tambahan dari pasokan LNG kemudian mengalami penurunan laju produksi sampai dengan 2027 mencapai 297,16 MSSCFD.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, ternyata gas alam cair/LNG di Indonesia ternyata sudah ada sejak 1977, namun baru digunakan oleh domestik mulai 2012 lalu.

Tren kenaikan kebutuhan gas bumi tumbuh di 2000-an terutama di 2005 ketika harga minyak naik di atas US$ 100 dolar per barel di 2008, dari situ baru mikir bagaimana kalau gunakan gas (untuk di dalam negeri). Memang masih ada tantangan yang dihadapi dalam mengoptimalkan gas alam ini, yaitu, bagaimana pemanfaatan gas itu untuk bisa dipakai di dalam negeri, bukan dibeli untuk dijual lagi ke luar negeri.

Menurut Agoes Sapto, Vice President Operation SKK Migas seperti tulisan opininya media massa, ketersediaan infrastruktur jaringan gas nasional masih sangat terbatas, walaupun produksi gas nasional terutama dalam bentuk LNG saat ini cukup berlimpah, tetapi pasokan gas untuk beberapa lokasi industri masih sulit terpenuhi.

Pembangunan infrastruktur untuk mendukung utilisasi gas untuk industri ataupun bahan bakar pembangkit akan lebih efisien dan cepat bila dikembangkan secara integrasi lintas kementerian fungsi teknis. Dalam hal utilisasi LNG untuk daerah terpencil misalnya, akan sangat tidak ekonomis bila misalnya PLN sebagai pembeli dan pengguna gas, harus membangun pelabuhan untuk terminal penerima, menyiapkan kapal kapal kecil distribusi LNG atau menyiapkan terminal hub LNG di tengah laut, di mana sebenarnya dukungan infrastruktur tersebut bisa dibangun oleh fungsi kementerian teknis lainnya, disesuaikan dengan rencana pengembangan daerah, dan rencana induk transportasi dan distribusi gas oleh Pertamina dan PGN.

Rencana besar infrastruktur nasional perlu mensikronisasi semua aspek pendukung ekonomi, mulai jalan raya, listrik, pelabuhan, alat transportasi, juga infrastruktur untuk mendukung ketersediaan pasokan bahan bakar dan bahan baku, sehingga menjadi satu kesatuan tindak lanjut yang terencana dan terukur.

Harusnya pipa gas PGN hubungkan pulau seluruh Kepri

Cahaya temaram sore berwarna ke kuning kuningan di Pantai Batu Alif, Ranai, ibukota Kabupaten Natuna. Bisa ditempuh dari Batam dengan menggunakan pesawat lebih kurang 1 jam 20 menit. Bisa juga dengan menggunakan kapal laut Bukit Raya dari Pelabuhan Sri Bayitan Kijang, Kabupaten Bintan. Kabupaten Natuna merupakan kepulauan paling utara di selat Karimata. Kepulauan Natuna merupakan sebuah pulau terletak di ujung utara Indonesia dengan jarak lebih dari 1.250 Km dari Jakarta. di Kepulauan yang terletak di teras depan Indonesia ibarat tebaran mutiara di khatulistiwa. Kepulauan Natuna terkenal dengan penghasil minyak dan gas. Natuna memiliki cadangan gas alam terbesar di Kawasan Asia Pasifik bahkan terbesar di Dunia. Di dalam perut buminya juga bergelimang minyak bumi.

Hal ini merujuk pada salah satu ladang gas D-Alpha yang terletak 225 kilometer (Km) sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI). Kepulauan Natuna tersimpan total cadangan gas alam 112.356.680 barel, dengan volume sebesar 222 trillion cubic feet (TCT). Selain itu, gas hidrokarbon yang bisa ditambang mencapai 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia. Angka itu tentu saja belum termasuk cadangan gas alam yang terdapat di bagian barat Natuna yang dikelola juragan minyak raksasa kelas dunia. Bukan hanya berjaya di sektor gas alam. Natuna juga diselimuti minyak bumi yang seolah tiada pernah ada habisnya. Sumur-sumur off shore yang berada di bagian timur Natuna itu terus memancarkan minyaknya. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel.

Kepulauan Natuna yang memiliki cadangan terbesar Asia Pasifik bahkan dunia. cadangan terbesar di dunia yang tidak akan habis dieksplorasi 30 tahun ke depan. Potensi gas yang recoverable sebesar 46 tcf (46,000 bcf) atau setara dengan 8,383 miliar barel minyak (1 boe, barel oil equivalent = 5.487 cf ) (Profil Natuna, 2010). Dengan potensi sebesar itu, dan asumsi harga rata rata minyak US$ 75 / barel selama periode eksploitasi, nilai potensi ekonomi gas Natura adalah US$ 628,725 miliar atau sekitar Rp 6.287,25 triliun (kurs US$/Rp = Rp 10.000). Dibandingkan dengan APBN 2010 yang hanya Rp 1.047,7 triliun (APBN, 2010). Terhitung 2 November 2010 hingga 2 Maret 2011, Premier Oil telah mendeteksi kandungan minyak dan gas di kawasan Blok D Alpa Natunal,(,Annisa Purwatiningsih di Jurnal Reformasi).

Sadar dengan kekayaan alam di Kepulauan Riau, namun pemerintah daerah tak banyak mendapatkan hasil, Pemprov Kepri berusaha menyertakan modal daerah ke perusahaan asing sebesar 10 persen. Namun usaha tersebut sampai saat ini belum berhasil. Usaha melingkari Kepri dengan jaringan pipa gas bumi juga belum terwujud.

”Kita masih berusaha untuk menyertakan modal daerah ke perusahaan migas tersebut. Tapi sampai saat ini belum membuahkan hasil,” ujar anggota DPRD Provinsi Kepri Ing. Iskandarsyah kepada Tanjungpinang Pos, Senin (25/11) di Tanjungpinang.

Menurut dia, soal gagalnya proyek sambungan memanfaatkan gas Natuna untuk keperluan masyarakat dan industri di Kepri sangat disesalkan. Harusnya jangan hanya pipa pipa dari sumur Natuna saja yang sampai ke Singapura, dan lewat di Kepri, tapi, pipa pendek dari jalur pipa Natuna tersebut tidak bisa dibangun pemerintah. Pipas gas harusnya melingkari Kepri dari Natuna hingga Balai, Lingga dan Pulau Bintan.

”Itukan pipa depan mata kita sendiri. Masa tak bisa dibangun. Jika pemerintah serius mengatur regulasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) maupun Free Trade Zone (FTZ) tidak mencle mencle, maka perekonomian Batam dan Kepri akan bagus. Dan pasti banyak gas yang diperlukan,” ujar politisi PKS jebolan Belanda ini.

Sungguh aneh, ujarnya, Kepri sebagai daerah penghasil minyak dan gas, namun harga gas tabung misalnya di Anambas dan Natuna sangat mahal. Bahkan di Batam baru beberapa persen saja yang menikmati fasilitas gas bumi yang sudah tersambung ke rumah rumah penduduk.

Jika pipa gas tersambung, tentu, ujarnya, gas bumi di Batam bisa lebih maksimal dinikmati warga Kepri. Bukan hanya warga Singapura, Malaysia saja yang bisa menikmati gas.

”Kalau sekarangkan masyarakat Kepri yang menerima akibatnya. Gasnya diambil, tapi manfaat langsung tidak terasa seperti menggunakan gas murah,” ujar dia.

Secara umum, PGN di dalam reportnya kepada pemerintah mengatakan, diprediksi permintaan untuk gas alam diproyeksikan akan naik, antara lain terkait dengan rencana pemerintah untuk menaikkan penggunaan gas dalam bauran energi untuk pembangkit listrik sedikitnya 22% di tahun 2025, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon.

PGN juga sudah diberi tugas oleh pemerintah untuk menyambungkan lebih banyak rumah tangga di bawah program Jargas. Penggunaan LPG akan digantikan dengan penyaluran gas bumi melalui pipa untuk sektor rumah tangga, mengingat bahwa pasokan LPG lebih tergantung pada impor, dan hal ini akan secara positif mempengaruhi defisi tneraca saat ini.

Guna mendukung pertumbuhan nasional, PGN melalui pengembangan infrastruktur, menaikkan jumlah rumah tangga yang tersambung dengan gas, menciptakan nilai bagi pemegang saham dan melayani masyarakat Indonesia lebih baik saat PGN melangkah ke depan menjadi perusahaan gas regional.

Misalnya di operasional PGN di tahun 2018 yang telah memenuhi dan melewati target internal. Volume gas bumi yang ditransmisikan naik dari 2,078 MMSCFD ke 2,101 MMSCFD, dan penjualan gas bumi meningkat dari 894 BBTUD ke 962 BBTUD. Bahkan di neraca laporan keuangan perusahan itu total pendapatan naik sebesar 8,4% menjadi USD3,87 miliar selama 2018, dimana EBITDA bertumbuh sebesar 10% menjadi USD 1.20 miliar dan laba bersih meningkat 20% menjadi USD 305 juta selama tahun tersebut. Ini adalah kali pertama laba bersih meningkat sejak 2013.

Di tengah tantangan bisnis domestik dan global yang sangat dinamis, perseroan mampu meningkatkan pangsa pasar gas bumi melalui penambahan jumlah pelanggan dan perluasan infrastruktur sebagai Sub-Holding Gas,” kata Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama, dalam siaran pers PGN belum lama ini.

Selama periode Januari-Juni 2019, PGN berhasil menyalurkan gas bumi sebesar 2.938 BBTUD. Rinciannya, volume gas distribusi sebesar 932 BBTUD, dan volume transmisi gas bumi sebesar 2.006 BBTUD. Melayani lebih dari 350.000 pelanggan dengan cakupan infrastrukur pipa gas bumi sepanjang lebih dari 10.000 km termasuk jaringan gas untuk melayani sektor rumah tangga sepanjang lebih dari 3800 Km.

Rachmat menjelaskan, sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonomian nasional di berbagai sektor bisnis, PGN juga akan terus membangun dan memperluas infrastruktur gas bumi yang berkesinambungan.

Tingginya kebutuhan energi di dalam negeri merupakan peluang bagi PGN untuk mengoptimalkan penggunaan gas bumi dan pemanfaatan gas bumi di berbagai daerah di Indonesia yang berkelanjutan. Menurut Rachmat, kebijakan pemerintah membangun berbagai infrastruktur telah mendorong munculnya sentra- sentra perekonomian baru di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagai sub-holding gas, katanya, PGN akan mengambil peran untuk menyediakan energi gas bumi yang terbukti efisien, ramah lingkungan dan sumbernya berada di dalam negeri.

”Kebutuhan energi di dalam negeri yang semakin besar menjadi tantangan bagi PGN untuk menyediakan gas bumi yang akan menciptakan multiplier effect luas bagi sektor industri dan ekonomi nasional,” katanya. Infrastruktur akan tetap menjadi fokus PGN untuk mengalirkan gas bumi dari hulu hingga ke konsumen.

”Selain itu, untuk mewujudkan komitmen penggunaan dan pemanfaatan gas bumi di berbagai daerah di Indonesia yang berkelanjutan dan menjangkau lebih banyak konsumen dalam mewujudkan bauran gas bumi di 2025 sebesar 22%, kami terus berupaya untuk meningkatkan kehandalan kepada pelanggan,” jelas Rachmat.

Ke depan, guna mendukung program pemerintah, terobosan lain untuk akselerasi pemanfaatan gas bumi adalah sinergi dengan holding migas dalam melayani kebutuhan energi bagi kilang, pemanfaatan gas bumi untuk program konversi BBM ke BBG di sektor transportasi dan program 4,7 juta pelanggan rumah tangga.

”Diharapkan dengan meningkatnya pemanfaatan gas bumi akan memangkas defisit realisasi pemanfaatan gas domestik yang ujungnya akan memberikan dampak signifikan terhadap ketergantungan impor migas dan multiplier effect dari pemanfaatan gas bumi di seluruh sektor, dari kelistrikan, industri, UMKM, transportasi dan rumah tangga,” tutur Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN dalam siaran pers kepada media.

Gubernur Kepulauan Riau non aktif Nurdin Basirun mengatakan, Kepri sebagai pusat penghasil minyak dan gas di Indonesia bahkan dunia, sudah seharusnya menikmati gas gas murah. ”Cita cita kami bagaimana pipa gas PGN itu melingkari Kepri. Sehingga dapat dinikmati rumah tangga dan industri. Jangan sekedar lewat ke Singapura,” ujarnya saat pertemuan dengan PGN belum lama ini. (PATRIA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *