DR mulia wiwin, kepala smpn 11 senggarang tulis dua buku setahun
Kurun waktu satu tahun, DR Mulia Wiwin sudah menghasilkan dua buku tahun 2018 lalu. Itulah karyanya tepat di usianya 50 tahun. Ini menjadi awal baginya.
SENGGARANG – Kepala SMPN 11 Senggarang Tanjungpinang ini tidak berhenti menulis. Tahun 2019 ini, dia akan mencetak dua buku lagi dan berlanjut tahun depan.
”Satu buku sudah selesai dan tinggal cetak. Satu lagi sedang tahap finishing. Tahun ini juga akan saya cetak. Jadi tahun lalu dua buku, tahun ini dua buku,” ujarnya saat berbincang dengan Tanjungpinang Pos di sekolah itu, Selasa (5/11).
Sudah puas kah Mulia Wiwin dengan empat bukunya? Ternyata tidak. Tahun 2020 nanti, sudah disiapkannya juga bukunya yang kelima. Saat ini sudah selesai Bab I dan segera memasuki Bab II.
Sebelum membuat buku, guru Bahasa Indonesia ini sudah hobi menulis terutama puisi, cerpen. Namun belum ada niatnya untuk membuat buku sama sekali.
Niat itu baru muncul ketika mengikuti workshop Gerakan Guru Membaca Menulis (G2M2) yang digelar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Kepri tahun 2017 lalu saat HUT PGRI.
Pelatihan itu diadakan di Tanjungpinang. Pesertanya guru-guru dari 7 kabupaten/kota di Kepri. Saat itu Mulia Wiwin memboyong enam orang guru-guru dari SMPN 11 Senggarang.
Teddy, pengarang buku asal Pontianak menjadi narasumber saat itu. Teddy juga mantan guru dan kepala sekolah. Kurun waktu dua tahun nama Teddy sudah melambung atas buku bukunya.
Banyak prestasi nasional yang diraihnya hingga akhirnya Teddy diundang ke Istana Negara untuk bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu.
Saat workshop itu, Teddy mengatakan, kecerdasan seseorang akan abadi dengan hasil karyanya. Salah satunya dengan membuat buku. Kelak, nama mereka akan diabadikan bersama karyanya.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, bisa ditinggalkan untuk orang lain melalui buku. Mulia Wiwin pun berpikir sejenak saat itu. Apa yang ditinggalkannya untuk anak cucu nanti dan untuk masyarakat umum? Tidak ada.
”Sejak itu saya mulai terpikiran mau buat buku. Meski buku saya tak sehebat buku-buku karya orang lain, tapi saya sudah menghasilkan satu karya. Setidaknya anak cucu saya bisa melihatnya nanti,” katanya.
Buku pertamanya adalah kumpulan puisi karyanya sendiri. Ada 50 puisi sesuai dengan usianya saat itu. Buku ini mendapat respon yang baik dari pembaca karena membuat pembaca terharu.
Puisi-puisi itu sebagian dibuatnya sejak tahun 2012. Ia menyimpannya di laptop dan komputer. Setelah niat membuat buku muncul, Wiwin pun kembali mencari puisi-puisinya yang lama itu.
Tapi jumlahnya belum cukup. Masih banyak kekurangannya gar pas 50 puisi. Wiwin pun kerja keras untuk menulis puisi-puisi baru. Setelah jumlahnya genap, buku pun diterbitkan dengan judul ‘Untaian Janji Pengikat Kasih’.
Wiwin sendiri terinspirasi membuat puisi dengan apa yang dilihatnya dan dirasakannya. Kadang, ide membuat puisi muncul saat melewati satu lokasi atau saat perjalanan. Sehingga beragam puisinya baik tentang cinta dan lainnya.
Wiwin juga berhasil memotivasi salah satu guru di SMPN 11 Senggarang Tanjungpinang untuk menulis buku. Guru IPS di sekolah itu akan segera mencetak bukunya tahun ini juga.
Doktor kelahiran Teluk Keriting Tanjungpinang ini mengatakan, guru Bahasa Indonesia memang lebih mudah untuk menulis. Namun bukan berarti guru mata pelajaran lain tak bisa menulis dan membuat buku.
Buktinya guru IPS di sekolah itu akan segera mencetak buku karyanya. Salah satu guru SMP di Tanjungpinang ini juga sudah mencetak bukunya.
”Yang penting ada niat dari hati. Ada kemauan. Motivasi dari dalam hati harus kuat. Kelak, ada yang kita tinggalkan untuk anak cucu. Untuk umum,” pesannya.
Memang, kata dia, menulis itu kadang membuat bosan dan hilang ide. Tapi itu biasa dialami penulis. Yang penting, apa yang sudah ditulis jangan dibiarkan. Harus dilanjutkan sampai jadi.
Dia sendiri sering mengalaminya. Namun bukan berarti bukunya terbengkalai. Ketika rasa jenuh sudah hilang, lanjutkan kembali menulisnya. Sedikit demi sedikit, akhirnya akan rampung juga.
Buku keempat yang akan dicetaknya adalah kumpulan cerpen tentang suka duka guru dan siswa di sekolah itu. Banyak kisah mengharukan yang mereka alami di sana.
Sekitar 85 persen siswa di SMPN 11 Senggarang Tanjungpinang merupakan penetima Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Artinya banyak siswanya dari kalangan menengah ke bawah. Pola pikir siswanya juga beda dengan siswa di kota. Motivasinya juga rendah.
Penegakan disiplin di sekolah itu pun tidak dama dengan sekolah di kota. Lebih banyak memberi nasihat dan pengertian pada siswanya.
Sehingga semangat siswa untuk terus sekolah tetap tinggi. Harapannya, semua anak-anak di Senggarang sekitarnya jangan sampai ada yang putus sekolah.(MARTUNAS)