- Ketika Gurindam 12 Menembus zaman Membendung Hoaks dan Disrupsi Informasi
“Apabila mendengar akan kabar, menerimanya itu hendaklah sabar”.
Pasal ke 7 dari Gurindam 12 karya Raja Ali Haji yang berumur lebih dari 146 tahun ini banyak mengandung pesan moral. Diyakini dapat membendung hoaks dan disrupsi informasi di era revolusi 4.0. Raja Ali Haji sudah mewanti tren ini sebelum tahun 1873.
Patria, Tanjungpinang
Said Fatah (39), guru di MAN Tanjungpinang setiap pagi menyeberangi dari Pulau Penyengat ke Tanjungpinang, lokasi di mana setiap Senin sampai Sabtu ia mengajar di MAN Tanjungpinang. Di Tanjungpinang hanya ada satu sekolah MAN di sekolah itu Said mengajar. Dibesarkan di lingkungan Pulau Penyengat, membuat Said lebih kental nuansa kebudayaan Melayu. Ia belum berencana meninggalkan Penyengat untuk tinggal di Tanjungpinang. Walaupun ia sudah membeli rumah di bilangan Km 11 Tanjungpinang.
Said memandang, zaman saat ini sangat mudah mencari berita. Bahkan tidak dicari pun, berita datang sendiri ke ponsel pintar yang dimiliki. Namun harus pandai pandai memilih membaca berita. Karena kalau salah baca, bisa berbahaya terpapar berita hoaks.
”Saya selalu ingatkan kepada siswa di MAN, nilai nilai Gurindam sangat ampuh untuk mengawal generasi muda kita terlindung dari pengaruh hoaks zaman saat ini agar mereka benar benar dapat memanfaatkan kemajuan zaman untuk mendukung pembelajaran bukan sebaliknya,” ujar Said kepada Tanjungpinang Pos, Kamis (24/10/2019) di Tanjungpinang. Sebagai guru di sekolah Islam, Said tak henti hentinya mengajak siswanya untuk mendalami soal Gurindam. Sebagai putra daerah dan dibesarkan dengan adat istiadat Melayu yang kental, tutur Said pun berdialog Melayu Penyengat. Pulau yang melahirkan pemikiran besar di abad 19 yang menjadi tokoh penting lahirnya Bahasa Indonesia. Bahasa persatuan yang disarankan Muhamad Yamin.
Ya, Raja Ali Haji, tokoh Sastra Melayu yang melahirkan Gurindam 12 bermukim di Penyengat. Ia meninggal dunia 1873. Pulau yang berjarak 15 menit ditempuh dengan perahu kayu dari Kota Tanjungpinang. Pulau yang masih meninggalkan sejumlah kenangan peninggalan sejarah kerajaan Melayu ratusan tahun lalu. Pulau ini sudah diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Kepri menjadi warisan dunia. Salah satu alasannya ialah fakta sejarah bahwa Sultan Mahmud Riayat Syah atau Mahmud Syah III, yang merupakan raja ke delapan sekaligus raja terakhir dari Kesultanan Melaka, mempersunting Engku Putri binti Raja Haji Syahid Fisabilillah (Raja Hamidah), sekitar tahun 1801 M, dengan mas kawin berupa Pulau Penyengat.
Adalah Abdul Malik, Dekan FKIP Universitas Maritim Raja Ali Haji sebagai pihak yang turut mengusulkan Penyengat menjadi warisan dunia. Belum lama ini Pulau itu juga ditetapkan sebagai Pulau Perdamaian Dunia oleh Komite Perdamaian Dunia yang beranggota 222 negara. Namun, doktor alumni Universitas Pendidikan Sultan Idris Malaysia itu mengakui di Penyengat juga proses mahakarya sastra Raja Ali Haji dibuat yang disebut Gurindam 12.
Di dalam Gurindam 12 yang termasyur itu, menurut Abdul Malik terkandung falsafah hidup bagi siapa saja yang mau membaca dan melaksanakannya. ”Jika berpegang dengan nilai nilai dalam Gurindam 12, maka kita hidup dengan nilai nilai Islam, Melayu yang penuh dengan nilai tata krama sopan santu,” ujar Abdul Malik yang juga seorang budayawan di Kepri.
Misalnya, kata dia, ada bait dalam Gurindam soal jangan banyak berkata kata. Contoh ”Apabila banyak berkata kata, Di situlah jalan masuk dusta. Arti dari maksud bait ini soal orang banyak bicara memperbesar kemungkinan berdusta. Apabila mendengar akan aduan, membicarakannya hendaklah cemburuan. Maksudnya jangan mudah terpegaruh dengan omongan orang lain.
Arti dari bait Gurindam tersebut, orang bila menerima kabar atau berita harus dengan kepala dingin dan ditelaah dengan benar kabar tersebut. Jangan langsung tersulut emosinya ketika mendengar kabar itu. Misalnya, kata Abdul Malik, pesan pesan di dalam Gurindam jangan berkata bohong sudah diingatkan Raja Ali Haji.
Sedangkan budayawan Kepri Rida K Liamsi mengatakan, Pulau Penyengat, pulau sejarah yang mewariskan kita yang nilai-nilainya Melayu atau kebudayaan lokal yang kuat mengakar untuk anak-anak Melayu mengarungi zaman. “Dan masih relevan membendung hoaks dan disrupsi informasi,” ujar budayawan Kepulauan Riau Rida K Liamsi di sebuah acara dialog 17 Tahun Provinsi Kepri di Tanjungpinang belum lama ini . Gurindam 12 karya sastrawan Melayu pada awal abad 19, Raja Ali Haji, merupakan kebijaksanaan lokal masyarakat Melayu-Bugis.
Banyak yang sudah menganalisi di media maupun jurnal jurnal ilmiah, sebagai akar dari sastra Melayu yang tertulis, Gurindam membahas persoalan akidah dan tasawuf, syariat Islam, rukun Islam, budi pekerti atau akhlak, serta konsep pemerintahan. Sudah banyak penelitian soal Gurindam yang dianggap mengandung nilai nilai sufisme. Gurindam yang terdiri dari kata pengantar dan 12 pasal yang berisikan penjelasan mengenai berbagai kehidupan manusia. Tiap-tiap pasalnya berisikan nasehat yang menyentuh jiwa dan kesadaran masyarakat. Di dalamnya berisi pandangan filosofis budaya Melayu yang mengakar dengan ajaran agama Islam. Raja Ali Haji menekankan pentingnya agama untuk dipegang oleh seseorang. Hanya orang-orang yang beragama yang namanya pantas untuk disebutkan. Kemudian penekanan pentingnya memegang teguh agama.
Menurut Hendrik M.J. Maier, Profesor Bahasa dan Sastra Melayu di Universitas Leiden Belanda, mengatakan bahwa Raja Ali Haji adalah pengarang Melayu pertama yang mulai membuka tabir anonim sastrawan Melayu. Dapat dikatakan, Raja Ali Haji mulai memperkenalkan budaya tulis di kalangan cendekiawan Melayu. Misalnya pasal ke-7 ada baris yang menyebutkan ”Apabila banyak mencela orang, itulah tanda dirinya kurang.”
Apabila diartikan, jika seseorang masuk dalam kondisi sering mencela orang lain, berarti orang itu adalah orang yang kurang baik atau memiliki cacat yang sebenarnya pantas dicela. Kedua bait tersebut mengajarkan nilai akhlak untuk menahan diri dari mencela orang lain. Nilai tersebut sangat relevan dan berlaku universal untuk semua agama di dunia. Karena informasi bohong itu tidak diajarkan dalam setiap agama.
Bahkan hingga di era kemajuan teknologi informasi saat ini. Kemajuan teknologi informasi merupakan sarana, tetapi akhlak untuk menahan diri dari mencela orang lain juga harus tetap dipegang. Kemudian berlanjut masih di Pasal ke-7 ada baris yang menyebutkan: ”Apabila perkataan yang amat kasar, lekaslah orang sekalian gusar.”
Hal itu dapat diartikan jika seseorang melontarkan perkataan yang amat kasar, akan membuat orang menjadi marah. Melontarkan perkataan yang kasar harus dipahami bahwa pengetahuan terhadap keyakinan akan nilai-nilai yang dianut oleh seseorang atau masyarakat harus dimiliki apabila ingin mengeluarkan pernyataan.
Misalnya di pasal ketiga mengingatkan manusia untuk mewaspadai telinga tidak menerima informasi yang menyesatkan. Sehingga terbendung dari kabar jahat atau pengaruh jahat untuk menyebabkan terpengaruh menjadi teroris merusak bangsa dan negara. Apabila terpelihara kuping/Khabar yang jahat tiadalah damping/Apabilaterpelihara lidah/Niscaya dapat daripadanya faedah/.
Profesor Maswardi M Amin, mantan Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang mengatakan, Gurindam 12 merupakan sebuah karya monumental yang ditulis oleh Raja Ali Haji, salah seorang sastrawaan berasal dari Kepulauan Riau. Meskipun Gurindam sudah ditulis sekitar satu abad silam tapi kedalaman makna, pesona keindahan bunyinya, serta kandungan isinya masih relevan dan masih bisa dinikmati sampai saat ini.
Maswardi menulis khusus buku tentang Gurindam karena dia tertarik dengan nilai nilai yang tertera dalam Gurindam. Judul buku yang ditulis Maswardi “Memasyarakatkan Budi Pekerti yang Terkadung Dalam Gurindam 12.”
Maswardi yang sekarang menjadi dosen pasca sarjana di Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat itu mengingatkan Gurindam merupakan karya Raja Ali Haji yang paling terkenal dalam khasanah kesusastraan Melayu. Gurindam bukan berarti gurindam yang berjumlah dua belas buah. Akan tetapi, ia adalah gurindam yang berisi dua belas pasal. Tapi, meskipun hanya terdiri dari dari dua belas pasal. Gurindam menjangkau ranah yang cukup luas, mulai dari masalah ketuhanan, keluarga, etika pergaulan, dan kenegaraan. Ajaran moral yang terkandung dalam Gurindam merupakan suatu ajaran atau tuntunan moral setiap insan.
Di dalamnya mengandung muatan pesan-pesandakwah berkaitan persoalan ibadah, perseorangan, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orangtua, tugas orang tua terhadap anak, sifat-sifat bermasyarakat, dan sebagainya. Sebagai seorang sastrawan dan ulama’.
Raja Ali Haji telah berhasil mempersembahkan sebuah karya yang tidak pernah lekang oleh zaman, karyanya Gurindam masih banyak dibaca oleh orang-orang sampai sekarang. Gurindam menjadi warisan budaya leluhur yang telah memberangkatkan cakrawala pemikiran raja Ali haji tentang hidup baik yang diciptakan citakan impian insan. ”Memasyarakatkan budi pekerti yang terkandung dalam bait-bait Gurindam pemikiran Raja Ali Haji tentang hidup yang baik yang dicita-citakan dan tentunya berdampak positifnya untuk masyarakat Kepri,” ujar Maswardi kepada Tanjungpinang Pos, Selasa (29/10/2019).
Secara umum, jelasnya, Gurindam telah menawarkan pesan-dengan sifat-sifat pesan kehidupan yang berhubungan erat manusia, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat tersebut meskipun diwarnai oleh nuansa islami yang begitu kental, namun pada hakikatnya berlaku universal, yakni dapat diambil menghadapi keadaan krisis nilai kemanusiaan yang semakin tidak menentu ini dan di tengah kondisi bangsa yang semakin terpuruk akibat adanya degradasi moral yang sangat luar biasa dan memudarnya identitas kebangsaan.
Maka nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Gurimdam ini harus dikenalkan atau dimasyarakatkan kembali kepada generasi bangsa sebagai pandangan hidup yang bisa diambil mamfaat sebanyak-banyaknya.
”Dan pemerintah harus berusaha maksimal untuk mengenalkan pesan-pesan moral atau nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam Gurimdam kepada publik agar setiap pasal-pasal dalam Gurindam mudah dipahami,” ujarnya.
Gurindam merupakan kearifan lokal khususnya Kepulauan Riau yang sejatinya dibaca, dihayati, dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, di samping kearifan lokal lainnya di Provinsi Kepulauan yaitu tari persembahan, tepung tawar, pantun, syair, pepatah Melayu; Berpancang Amanah, bersauhkan Marwah. Lalu sebutan panggilan beradab dari yang mudakepada yang tua dan sebaliknya seperti ayahde, bunde, kande, dinde dan anakde serta kekayaan budaya Melayu lainnya.
Alumni peserta Lemhanas RI ini menyatakan bangsa Indonesia sekarang ini dalam pengaruh globalisasi yang dahsyat. ”Kita sangat merindukan karakter/ budi pekerti/akhlak mulia dari setiap warga negara untuk mengawal, menjaga, dan mengamankan supaya jati dirinya bangsa ini tidak terkikis oleh pengaruh westernisasi (kebarat-baratan) yang datang tanpa dapat dibendung karena didukung oleh teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi transportasi,” ujarnya.
Diharapkan, dengan Gurindam diajarkan atau bahkan dibuat buku saku kecil, bisa dimasyarakatkan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar (SD dan SMP/sederajat), Pendidikan Menengah (Umum dan Kejuruan), melalui kurikulum muatan lokal. Memasyarakatkan budi pekerti dalam Gurindam diharapkan menyentuh sampai ke daerah-daerah di Kepri yang tersebar di pulau-pulau terpencil. ”Ini solusi untuk pendidikan karakter guna antisipasi hoaks dan disinformasi,” katanya.
Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Kepulauan Riau Amir Husin berpendapat, Gurindam mengandungnilai-nilai warisan sekaligus pesan moral bagi generasi muda. ”Satu keistimewaannya adalah memberikan pencerahanarti sebuah filsafat hidup Karya Raja Ali Haji yang dalam,” ujarya. Simak saja bait Gurindan ”Jika hendak mengenal orang berbangsa lihat kepada budi bahasa.” (Pasal ke 5). Kata dia, pekerti perlu diamalkan oleh anak-anak dan generasi muda sebagai pedoman merajut kehidupan ini.
Sejurus dengan Amir Husien, Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Kepri Abdul Razak berpandangan, Gurindam salah satu kearifan lokal yang harus disebarkan pemerintah secara di tengah masyarakat. Karena nilai budi pekerti terkandung dalam bait-bait Gurindam dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Gurindam merupakan salah satu kearifan lokal di Provinsi Kepulauan Riau, Bunda Tanah Melayu yang kental dengan budaya melayu, Bumi Segantang lada. ”Bukan hanya Gurindam yang jadi kearifan lokal, ada beberapa lainnya misalnya seperti tari persembahan, pantun, tepuk tepung tawar. Tapi Gurindam termasuk yang terbaik yang mengandung nilai nilai moral. Jadi harus di ajarkan kepada generasi muda,” kata Razak.
Menurutnya, Gurindam 12 juga banyak nilai-nilai khas di Kepri yang dapat menanamkan dan menumbuhkan budi pekerti pada anak-anak. Budi pekerti yang terkandung dalam Gurindam sebaiknya dimasukkan dalam kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah.
Anggota DPRD Provinsi Kepri Iskandarsyah kecewa dengan pemerintah tak memaksimalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Gurindam karena tidak diajarkan di sekolah di Kepri dengan baik. Harusnya menjadi nyata lokal di seluruh sekolah di Kepri. Hal itu bisa melalui Peraturan Gubenur sebagai landasan agar Gurindam 12 masuk ke sekolah.
”Walaupun di kurikulum K13 tak secara maksimal dalam Pendidikan Bahasa Indonesia diminta diajarkan. Dinas Pendidikan di Kepri harusnya memanfaatkan ke muatan lokal,” ujar Iskandarsyah, politisi PKS lulusan dari Belanda itu.
Dikatakan, anaknya yang saat ini sekolah pesantren saja di Jawa Barat, tetap menerima muatan lokal Bahasa Sunda. Artinya, sekolah pesantren saja di sana dititipkan muatan lokal bahasa Sunda untuk diajarkan di sekolah. Apalagi Gurindam 12, masa tidak diajarkan di sekolah sekolah yang ada di Kepri.
”Dengan Gurindam banyak dipelajari di sekolah, maka generasi muda di Kepri akan mendapat pendidikan muatan lokal yang luar biasa bagus untuk bekal mereka di kemudian hari. Karena saya pikir Gurindam banyak unsur karakter baik yang mendidik. Harusnya memberikan pengaruh ke pribadi anak anak kita. Sangat disayangkan jika kita abai soal ini,” ujar Iskandarsyah.
Dia akan mendorong dan mengingatkan lagi soal Gurindam 12 dimasukkan muatan lokal sekolah di Kepri. “Kalau kita bicara Kepri sebagai bunda tanah Melayu di visi dan misi ini kita harus jelas. Harusnya salah satu implementasinya adalah menghudupkan Gurindam 12 sebagai muatan kearifan lokal. Bahkan isi dari Gurindam 12 sangat luar biasa termasuk kaitan masalah hoaks,” ujar Iskandarsyah.
Hal yang sama juga dirasakan sejahrawan Kepri, Aswandi Syahri. Dia juga heran Pemda belum maksimal dalam menyebarkan nilai nilai Gurindam 12 di tengah masyarakat. “ Saya tidak tahu persis mengapa hal itu bisa terjadi. Padahal inilah kearifan lokal di Kepri yang sudah diakui dunia, betapa hebatnya orang orang Kepri bisa membuat karya sehebat Gurindam 12,” ujarnya kepada Tanjungpinang Pos, Selasa (29/10/2019).
Dia mencontohkan penggalan Gurindam yang mengingatkan jangan berkata bohong. Barangsiapa berkata bohong/ mulutnya itu umpama pekong. Jauh sebelum sekarang yang banyak hoaks, Raja Ali Haji telah mengingatkan soal hoaks dan disinformasi baik di media massa maupun di media sosial.
“Dan kita bukan diminta untuk mengarang karya sehebat Gurindam 12, seharusnya kita menyebarkan nilai nilai Gurindam itu di tengah masyarakat Kepri agar pesan pesan Gurindam dapat diterima oleh masyarakat Kepri dan Indonesia pada umumnya,” kata Aswandi yang pernah sampai ke Universitas Leiden, Belanda untuk menemukan naskah naskah Melayu Kepri.
**
Tiga jam dari Pulau Penyengat dengan menggunakan speed boat, ada namanya Kabupaten Lingga. Daerah yang pernah menjadi pusat Kerajaan Melayu Riau Lingga. Harry Prima, guru SMPN di Lingga mengatakan, kearifan lokal di Kepri yang bisa mengantisipasi soal hoaks jika serius dipelajari dan diamalkan, maka Gurindam 12 memiliki peran yang maksimal.
Karena sejak dia kecil sampai menjadi guru 10 tahun di Lingga, pesan pesan di Gurindam 12 masih berbekas. Gurindam seperti mengandung pedoman yang penuh nilai nilai agama. Tidak ada pertentangan antara bait baik Gurindam dengan ajaran agama Islam maupun agama lainnya. Karena pesan moral yang tertera di Gurindam penuh dengan kebaikan. “Insya Allah kala kita renungkan dan pelajari pesan pesannya, bisa membawa anak anak di Kepri ke depan tidak terlibat dalam kasus hoaks,” sebutnya.
Jadi, kata dia, alangkah baiknya di sekolah sekolah di Kepri dipasang bait bait Gurindam besar besar agar anak- anak bisa melihat dan mengamalkan. Tapi sayangnya sejak kurikulum K 13 dipakai, muatan lokal seperti Gurindam lain lainnya tidak diajarkan khusus. Padahal Gurindam ini bisa menjadi pendidikan karakter yang baik untuk membentuk watak siswa.
Senada dengan Harry. Satriati Ranita (37), guru bahasa Indonesia di SMAN2 Tanjungpinang mengakui, kurikulum saat ini K13 tak banyak membawa anak – anak ke soal Gurindam. Peninggalan sastrawan Raja Ali Haji itu hanya dijadikan materi tertentu di pelajaran bahasa Indonesia. Namun Gurindam masih sering dilombakan oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan anak- anak yang terpilih masih diberikan kesempatan untuk mempelajari Gurindam.
“Kami memang tidak mengajarkan secara mendalam makna yang terkandung dalam Gurindam 12, tapi point pentingnya adalah bagaimana kita tidak melakukan perbuatan bohong, menyebarkan informasi belum tentu kebenarannya, sudah diingatkan Raja Ali Haji dalam Gurindam pada 146 tahun lalu. Jadi Gurindam bisa menjadi pengingat yang usianya tak terbatas zaman,” ujar alumni Fakultas Sastra di Universitas Islam Riau itu kepada Tanjungpinang Pos, akhir Oktober 2019 di Tanjungpinang.
Dia berpendapat, nilai yang terkandung dalam Gurindam cocok dan dapat direnungkan kondisi yang terjadi saat ini dengan banjir informasi. Maka masyarakat harus cerdas memilih mana informasi yang dapat dipercaya dan mana informasi yang mengandung hoaks. Sehingga jika sudah bisa membedakan mana informasi benar dan mana informasi yang salah, maka kondisi di media sosial lebih tertib. Akibat mudah percaya hoaks, sudah banyak yang jadi korban sampai meninggal dunia. Bahkan memicu pertikaian antar warga karena mereka mudah percaya isu yang dihembuskan pihak pihak tertentu. Padahal isu tersebut hoaks. Dan bukan hanya di Indonesia, negera sehebat Amerika Serikat saja, di pemilu 2016 terpapar informasi hoaks dari negara lain.
”Memang diperlukan masyarakat yang cerdas agar tidak terpengaruh banyak informasi yang diterima baik melalui ponsel sampai melalui ucapan langsung. Tapi yang ramai saat ini adalah di media sosial. Dampaknya besar dan sangat menghancurkan kalau sudah disebarkan keburukan seseorang atau instansi tertentu. Padahal belum tentu informasi terkait hal tersebut benar adanya,” kata Satriati.
Endy Saputra, Guru PKN SMAN7 Kota Tanjungpinang, selalu mengingatkan kepada anak didiknya agar hati hati menggunakan media sosial baik Facebook, Twitter maupun Instagram. Karena bukan mulut mu harimau mu lagi, tapi sudah berubah jari mu menjadi harimau mu. Jangan setelah ditangkap karena membuat informasi hoaks baru menyesal.
Menurut dia, inilah zaman yang memiliki perbedaan tipis antara kebenaran yang didiamkan dengan kebohongan yang di-posting terus menerus akan membuat menjadi informasi yang benar diterima oleh masyarakat.
“Jadi hoaks saat ini begitu banyak. Kita pun harus hati hati menerima informasi yang masuk baik melalui WA group hingga melalui media sosial lainnya. Apalagi di zaman pemilu maupun pilkada, pasti informasi yang dibuat oleh buzzer jauh lebih banyak. Jadi perlu kehati-hatian dalam menerima informasi yang masuk,” ujar Endy.
Dia menyebutkan, walaupun secara khusus tidak mempelajari Gurindam 12, namun pesan pesan modal yang terkadung di dalam Gurindam sangat baik untuk menangkal informasi palsu dan hoaks yang beredar di tengah masyarakat. Informasi yang salah diulang secara terus menerus bisa menjadi kebenaran di tengah masyarakat jika tidak diantisipasi dengan informasi yang benar berdasarkan fakta.
Sebagai guru, Endy selalu mengingatkan anak didiknya agar hati hati menggunakan media sosial. Sudah banyak contoh betapa media sosial menjadi penyebab kasus kriminal. Bukan hanya terjadi di Kepri, tapi terjadi di banyak daerah di Indonesia.
Bahkan sekelas presiden pun pernah percaya kasus hoaks yang dibuat oleh anak buahnya. Endi mengisahkan menurut laporan media Tirto, kasus hoaks pernah dialami oleh orang top di Indonesia seperti Presiden Sukarno. Presiden Soekarno pernah tertipu pasangan suami-istri bernama Idrus dan Markonah pada tahun 1950-an. Mereka mengaku sebagai raja dan ratu dari Suku Anak Dalam di Sumatera yang hendak menyumbangkan harta mereka untuk kepentingan pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda.
Kedatangan Idrus dan Markonah disambut para pejabat di Indonesia waktu itu, yang kemudian memperkenalkan mereka ke Presiden Soekarno. Maka sang presiden pertama Indonesia pun mengundang ‘raja dan ratu’ itu ke Istana Merdeka, dengan perlakuan layaknya tamu terhormat.
Kedok mereka terbongkar ketika berjalan-jalan di sebuah pasar di Jakarta. Seorang tukang becak mengenali Idrus, yang ternyata adalah rekan seprofesinya. Wartawan pun kemudian melakukan investigasi dan menemukan bahwa Markonah adalah seorang PSK di Tegal, Jawa Tengah.
Pada tahun 1970-an, Wakil Presiden Adam Malik mengundang seorang perempuan bernama Cut Zahara Fona ke Istana Merdeka. Perempuan asal Aceh itu mengklaim bahwa janin di dalam perutnya bisa mengaji. Kabar ini pun membuat geger masyarakat saat itu. Beberapa ulama saat itu membenarkan berita aneh tersebut. Buya Hamka, pendiri Majelis Ulama Indonesia, seakan mendukung dengan mengatakan bahwa jika Tuhan menghendaki segalanya mungkin terjadi. Di Istana, Adam Malik menempelkan kupingnya ke perut Cut Zahara demi mendengarkan sendiri suara si janin. Menteri Agama KH Mochamad Dachlan pun ikut membenarkan cerita itu.
Tapi kemudian pendapat skeptis pun bermunculan. Dilaporkan surat kabar Kompas, tim dokter mengatakan bahwa tidak ada janin di dalam rahim Cut Zahara. Seorang dokter menekankan bahwa bayi dalam kandungan belum bisa bernafas normal sehingga tidak dapat mengeluarkan suara. Kepala kepolisian daerah Kalimantan Selatan, Brigjen Abdul Hamid Swasono, yang juga tidak percaya bahwa manusia bisa bicara di dalam air ketuban, memerintahkan anak buahnya untuk mengungkap kasus itu.
Akhirnya polisi menemukan alat pemutar kaset di dalam pakaian Cut Zahara. Tape recorder itu memutar suara tangisan bayi dan bacaan ayat-ayat suci Alquran. Pada tahun 1970-an teknologi tape recorder masih menjadi barang baru di Indonesia. Dan menurut sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam, pada zaman Orde Lama dan Orde Baru hoaks tentang hal-hal ‘gaib’ dan fantastis cenderung populer. Agaknya karena itulah, pejabat sekelas Wakil Presiden Adam Malik pun “bisa tertipu”. “Mungkin dia mengira itu sesuatu yang mukjizat, sesuatu yang luar biasa, atau yang semacamnya itu. Jadi dia percaya,” kata Asvi Warman Adam.
Endi melihat, kasus hoaks yang melibatkan orang top sekelas presiden adalah termasuk aneh. Jika figur top saja bisa menjadi terpedaya, apalagi rakyat biasa dengan pendidikan yang relatif rendah seperti tamad SD. Tentu mereka lebih mudah terpapar informasi hoaks dan disinformasi. Dan jumlah penduduk Indonesia yang paling banyak adalah tidak tamad SD dan lulusan SD. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengejutkan angka tenaga kerja dari 126 juta angkatan kerja, 60 persen lebih adalah lulusan SD dan tak tamad SD. Sementara lulusan perguruan tinggi hanya 10 persen dari 126 juta jiwa itu.
“Memang sejauh ini, tak banyak polisi di Tanjungpinang maupun Bintan yang memproses laporan informasi hoaks dibandingkan dengan daerah lain. Itu artinya masyarakat Tanjungpinang lebih baik dalam menerima informasi yang berseliweran di media sosial,” ujarnya.
Sangat mudah untuk melihat apakah masyarakat suatu daerah terpapar informasi hoaks atau tidak, yaitu melihat jumlah kasus yang ditangani kepolisian. Berdasarkan informasi yang diperhatikan Endy dari informasi di media massa, tak banyak politisi di Tanjungpinang menahan atau memproses kasus terkait informasi hoaks atau fakenews di media sosial baik selama pemilu hingga pilkada.
Huzrin Hood, tokoh utama pembentukan Provinsi Kepri mengatakan, banyak pesan –pesan mengandung nilai-nilai tinggi yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur agama terkandung di dalam Gurindam. Gurindam Dua Belas adalah salah satu kearifan lokal mengandung nilai-nilai budi pekerti patut dilestarikan dan dimasyarakatkan untuk anak negeri khususnya di Provinsi Kepulauan Riau.
“Nilai budi pekerti yang terkandung dalam Gurindam Dua Belas sejatinya dimasyarakatkan ke seluruh masyarakat Kepulauan Riau pada umumnya dan masyarakat sekolah mulai dari anak usia dini hingga masyarakat umum. Pasalnya, Gurindam 12 salah saru kearifan lokal di Kepri,” ujar Huzrin yang akan ikut pilkada Kepri 2020 itu.
Huzrin mendorong Gurindam Dua Belas masuk ke dalam sekolah melalui kurikulum muatan lokal. ”Supaya perilaku anak anak berbudi pekerti/berakhlak mulia tertanam melalui pendidikan muatan lokal yang diajarkan melalui Gurindam,” ujarnya.
Menurut riset yang dilakukan oleh Moh. Taufiqurrahman, Gurindam Dua Belas berisikan nilai-nilai karakter kebudayaan Melayu yang memadukan antara nilai-nilai ajaran Islam dengan kebudayaan Melayu. Nilai-nilai karakter yang terdapat dalam Gurindam Dua Belas antara lain: iman dan takwa, tidak berdusta, larangan mengumpat dan mencacat, ringan tangan, menjaga hati, sikap berhemat, sabar, lemah lembut, tanggung jawab, amanah, ikhlas dan rela berkorban, patuh kepada bapak dan ibu, serta cinta Tanah Air.
Meski satu abad sudah berlalu, kumpulan nasihat yang termaktub dalam Gurindam Dua Belas masih dan akan selalu menemukan relevasinya di masyarakat. Warisan sastra Melayu yang lahir di Pulau Penyengat ini adalah warisan yang tak tak lekang akan waktu dan tak surut oleh generasi.
“Sangat tepat untuk membendung disrupsi informasi dan Hoaks jika dipelajari dan dihayati,” kata Taufiqurrahman yang sekarang sedang menyelesaikan program doktor di salah satu universitas di China. Taufik juga dosen di Universitas Negeri Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang. **
Kepri Masih Minim Kasus Hoaks
Kasat Reskrim Polres Tanjungpinang AKP Efendi Ali mengiyakan soal tak banyak yang mereka tangani soal hoaks. Yang terbaru diproses polres Tanjungpinang soal penusukan mantan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan Jenderal (Purn) Wiranto di Banten. Ada warga Tanjungpinang yang diproses oleh pihaknya karena membuat status di Facebook yang dianggap polisi mengandung ujaran kebencian.
“Karena kita masih mendalami kasus Au yang membuat status di Facebook soal penusukan Wiranto. Kelanjutannya akan disampaikan jika terjadi perkembangan terbaru,” katanya.
Dalam menangani kasus tersebut, Kasat Reskrim sempat diancam akan dihabisi karena memproses kasus Au. Sehingga Efran, mantan manager di salah satu hotel Tanjungpinang itu dimintai keterangan oleh Reskrim karena ada unsur ancaman. Efendi Ali tahu ancaman setelah melihat pembicaraan Au dengan Efran di WhatsApp pelaku. Au diamankan anggota Polres Tanjungpinang ketiga sedang di kedai kopi pada malam hari.
Pihak Polres Tanjungpinang juga pernah melakukan penahanan terkait dengan informasi di media sosial soal kegiatan Polri sebelum pemilu 2019. Polres Tanjungpinang sempat menahan warga Tanjungpinang inisial S karena statusnya di media sosial dianggap mengandung informasi yang salah soal kegiatan polisi soal kampanye safety riding.
Polda Kepri saat itu memang melakukan kampanye besar besaran dalam menyebar informasi kepada warga Kepri. Setiap Polres di Kepri mengadakan hal yang sama dengan Polda Kepri. Artis artis ibukota didatangkan untuk menghibur warga. Kemudian Polda menggunakan helikopter menebar stiker mengajak warga menggunakan kendaraan dengan baik.
Kegiatan ini dianggap S berbau kampanye kepada salah salah satu calon presiden. Lalu dia memposting di akun Facebook pribadinya. Akibat postingan yang dinilai tidak benar dan mengandung unsur tidak baik, maka S diamankan di Polres Tanjungpinang.
Menurut Efendi Ali, dirinya selalu memantau perkembangan media sosial Facebook. Jika ada postingan yang agak melecehkan seseorang, maka dirinya akan mencoba ikut nimbrung. Setelah itu, maka warga netizen akan segan. Terlihat di status yang dibuat pelaku dengan akun bodong, tidak ada lagi yang komentar di bawahnya.
“Padahal kita mantau saja. Terbukti, akun akun bodong itu tak mau melanjutkan lagi komentar di status yang kita anggap mengandung hoaks atau malah fitnah terhadap seseorang,” kata Efendi Ali yang sudah setahun menjadi Kasat Reskrim Polres Tanjungpinang.
Dia menceritakan pernah mengajak ketemu warga yang memiliki tiga akun yang tidak menggunakan nama asli pelaku. Namun, anggota Efendi bisa mendeteksi bahwa satu ponsel digunakan banyak akun dengan nomor ponsel yang sama.
“Akhirnya kita ajak ngopi yang punya akun palsu itu. Saya katakan kamu hapus tiga akun palsu yang lain. Si pelaku pun menghapus karena akun palsu tersebut karena dia merasa sudah ketahuan menggunakan akun palsu untuk membuat informasi mengandung hoaks di medsos.Tentu hal ini merugikan pihak yang dituduh itu,” ujarnya.
Polres Tanjungpinang juga pernah memeriksa kasus yang memfitnah dua orang terkemuka di Kepri. Yang satu kepala daerah dan yang satu anggota DPRD. Namun ibu- ibu yang posting di media sosial kasus tersebut minta maaf kepada salah satu manager hotel di Tanjungpinang. Dan kasus itupun damai. Mereka berdamai di kantor Polres Tanjungpinang. Yang menjadi korban fitnah ibu ibu rumah tangga tersebut mau memaafkan pelaku asalkan jangan berbuat hal yang sama.
Sementara itu, kasus yang melibatkan ASN Provinsi Kepri dengan pejabat di Kepri sampai saat ini masih ditangani. Karena akun falsu tersebut memposting kedekatan oknum ASN Pemprov Kepri dengan kepala daerah di Kepri. Atau disebut akun yang yang dilaporkan ASN karena ia dituduh berselingkuh dengan pejabat itu. Karena tidak terima sang oknum ASN itupun melaporkan akun Facebook menggunakan nama samaran ke polisi Tanjungpinang.
Pihak Polres baru beberapa kali memeriksa si pelapor yang juga oknum ASN. Namun kasus ini nampaknya tidak berlanjut karena akun Facebook yang membuat informasi tidak pasti tersebut sudah hilang. Kasus ini sempat menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat publik di Kepri. Sang pejabat belum sempat diperiksa oleh Polres Tanjungpinang. Walaupun Efendi Ali pernah membuat pernyataan akan memeriksa salah satu kepala daerah di Kepri itu terkait dengan isu yang beredar disebar oleh akun palsu tersebut.
Efendi Ali juga pernah menjadikan tersangka Bobby Jayanto, anggota DPRD Provinsi Kepri dari Partai Nasdem. Bobby dianggap mengucapkan pidato bernada rasis ketika acara sembahyang laut di Pelantar II Tanjungpinang. Pidato Bobby itu disebar melalui Facebook. Akibatnya, empat LSM melaporkan Bobby soal rasis. Tanpa perlu waktu lama, Polres Tanjungpinang memeriksa dan menetapkan Bobby sebagai tersangka.
Namun karena sesuatu hal, pihak pelapor dan Bobby Jayanto berdamai. Polres Tanjungpinang pun menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara ( SP3) atas nama Bobby. Atas dihentikan kasus tersebut Bobby merasa senang. “Saya bukan bermaksud pidato soal rasis. Saya tidak bermaksud demikian. Apalagi saya sudah puluhan tahun tinggal di Tanjungpinang ini. Tak mungkin saya melecehkan orang non China,” kata Bobby. Belajar dari kasus Bobby, jika tidak ada yang upload di Facebook pidato Bobby, mungkin badan Ketua DPD Partai NasDem itu tak sampai kurus memikirkan kasusnya. Kini dia menjadi Ketua Komisi I DPRD Kepri yang membidangi soal hukum dan pemerintahan.
Kasus hoaks lainnya yang terjadi di Kepri adalah ditangani Polda Kepri dan Poltabes Barelang. Itupun soal kampanye salah satu capres pada pemilu lalu. Penyidik Subdit V Direktorat Kriminal Khusus Polda Kepri menetapkan seorang wanita, Khalizah, sebagai tersangka kasus penyebar hoaks kericuhan yang melibatkan polisi di GOR Odessa, Batam Centre.
Khalizah, warga Tanjung Piayu yang diduga menyebarkan hoaks adanya suara tembakan di GOR Odessa, Batam Centre, tempat penyimpanan surat suara sementara. Informasi hoaks berbentuk suara (voice) itu disebarkannya melalui medium grup WhatsApp. Dalam rekaman WhatsApp tersebut, dia merekam suara berisi kalimat fitnah yang ditujukan kepada polisi. Informasi itu tersebut ke grup-grup WA. Ia juga menuding polisi sengaja berbuat demikian agar dia lengah.
Dia meminta agar relawan pendukung capres nomor urut 02 untuk merapat ke GOR Odessa karena disebutnya ada dua tembakan dari kepolisian. Polisi juga dikabarkan memeriksa sejumlah orang terkait kasus tersebut. Belum diketahui status orang yang diperiksa. Diduga mereka ikut menyebarkan hoaks.
“Kami (polisi) menjadi korban fitnah atas rekaman voice WhatsApp yang mengatakan bahwa polisi melakukan penembakan kepada kerumunan massa di GOR Odessa Bandara,” kata Wakapolda Kepri Brigjen Pol Yan Fitri kepada awak media saat ekspose di Mapolda Kepri, Senin (22/4/2019) sore seperti yang dirilis Polda Kepri kepada wartawan.
Kasus baru yang dapat dilihat maraknya hoaks yang sedang dihadapi Mabes Polri. Bahkan pemerintah sampai menerapkan pemberlakuan pembatasan akses internet di Papua dan Papua Barat. Hal itu masih terus dilakukan, mengingat sangat besarnya sebaran konten berita bohong atau hoaks soal kasus Papua yang sudah mencapai 52 ribu konten.
“Dari Kominfo menyatakan ada 52 ribu konten hoaks. Kemarin cuma 32 ribu. Sekarang mulai dari tanggal 27 sampai sekarang udah 52 ribu lebih konten hoaks,” ujar Devisi Humas Mabes Polri Dedi Prasetyo di Mabes Polri. Pasca aksi unjuk rasa massa berujung anarkis di Jayapura, Kamis, 29 Agustus 2019, penyebaran hoaks terpantai terus meningkat tajam. Sehingga pembatasan akses internet memang diperlukan agar berita bohong tersebut tidak menyebar ke masyarakat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menginformasikan bahwa mereka telah mengantongi ratusan ribu Uniform Resource Locator (URL). Menurut Kominfo lebih dari 500 ribu URL hoaks ditemukan.
Sementara, ketika pemilu berlangsung, Kominfo mencatat sebanyak 486 hoaks selama April 2019. Tercatat, 209 hoaks berasal dari kategori politik. Hoaks politik yang dimaksud antara lain berupa kabar bohong yang menyerang capres-cawapres, parpol peserta pemilu, dan KPU serta Bawaslu. “Dari 486 hoaks selama April 2019 tersebut, terdapat 209 hoaks kategori politik,” kata Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu dalam keterangan tertulis, belum lama ini.
Ferdinandus mengatakan hasil itu berdasarkan penelusuran dengan menggunakan mesin AIS oleh Subdirektorat Pengendalian Konten Internet Direktorat Pengendalian Ditjen Aplikasi Informatika. Kementerian Kominfo merilis informasi mengenai klarifikasi dan konten yang terindikasi hoax melalui portal kominfo.go.id dan stophoax.id. Berdasarkan data tersebut, total ada 1.731 hoaks sejak Agustus 2018-April 2019. Ferdinandus menjelaskan hoaks meningkat menjelang gelaran pencoblosan Pemilu pada 17 April 2019.
“Tidak berhenti di tanggal pencoblosan, jumlah hoaks terus bertambah setelah 17 April 2019. Jumlah konten hoaks yang beredar di tengah masyarakat kita terus meningkat dari bulan ke bulan,” ujarnya.
Ia mengatakan tren penyebaran hoaks memang meningkat sejak Agustus 2018. Ferdinandus mencontohkah pada Agustus 2018 hanya ada 25 konten hoaks, tetapi naik menjadi 27 konten hoaks pada September 2018.
“Sementara di Oktober dan November 2018 masing-masing di angka 53 dan 63 hoaks. Di bulan Desember 2018, jumlah info hoaks terus naik di angka 75 konten,” ucap Ferdinandus.
***
Harus Dibuat Perda Soal Gurindam
Ketua Dewan Kesenian Provinsi Kepri Husnizar Hood mengatakan, upaya untuk mengatasi masalah hoaks sesuai dengan kearifan lokal budaya Melayu ada di Gurindam 12. Husnizar menyebutkan, misalnya pasal ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata, di situlah jalan masuk dusta. Apabila banyak berlebih lebihan suka, itulah landa hampirkan duka. Apabila kita kurang siasat, itulah tanda pekerjaan hendak sesat. Apabila anak tidak dilatih, jika besar bapanya letih. Apabila banyak mencela orang, itulah tanda dirinya kurang. Apabila orang yang banyak tidur, sia-sia sahajalah umur. Apabila mendengar akan khabar, menerimanya itu hendaklah sabar. Apabila menengar akan aduan, membicarakannya itu hendaklah cemburuan. Apabila perkataan yang lemah-lembut, lekaslah segala orang mengikut. Apabila perkataan yang amat kasar, lekaslah orang sekalian gusar. Apabila pekerjaan yang amat benar, tidak boleh orang berbuat honar.
Husnizar pernah mengusulkan agar Gurindam 12 dibuatkan peraturan daerah (Perda) di Kepri ketika dia menjadi Wakil Ketua DPRD Kepri 2014-2019. Namun kajian akademik yang sudah disiapkan tak direspon oleh anggota DPRD yang lainnya.
“Aku sudah usul buat Perdanya tapi tak direspon. Sedih juga padahal sudah ada naskah akademiknya agar Perda tentang kearifan lokal seperti Gurindam dapat dimaksimalkan disebarkan di tengah tengah masyarakat. Jangan seperti saat ini, Gurindam sebatas karya sastra yang tidak semua orang tahu pesan pesan yang terkandung di dalamnya,” ujar Sekretaris Partai Demokrat Kepri itu.
Sementara, menurut Lis Darmansyah, anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau, masih ada kearifan lokal di Kepri yang bisa menangkal hoaks dan disinformasi yang marak bukan hanya di Kepri, namun sudah sampai di 70 negara di dunia. Salah satunya adalah memperbanyak pendidikan extra mulai dari SD dan SMP serta SMA. Selain itu menanamkan pentingnya tentang wawasan kebangsaan dan bela negara, serta etika moral berbudaya Melayu.
“Ini mungkin sudah harus dibuat extra pendidikan tentang kearifan lokal. Dan gubernur bisa membuat surat keputusan (SK ) tentang muatan lokal. Karena Gubernur boleh membuat SK soal etika dan budaya Melayu,” ujar mantan Walikota Tanjungpinang itu.
Lis melihat selama ini Gurindam 12 hanya dibaca saja oleh anak anak muda di Kepri. Tapi tak diamalkan nilai nilai yang terkandung di dalamnya. Bahkan tidak semua acara acara di pemerintahan Kepri mendengar pembacaan Gurindam 12 sebagai pesan moral kepada siapapun yang hadir di setiap acara.
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Abdurrahman Abdul Rahman mengatakan, di masyarakat Melayu dikenal Gurindam 12 dan dogma Melayu. Paling tidak itu sebagai dogma dalam Melayu.
“Karena kearifan lokal yang langsung berupa penangkalnya, saya rasa tak ada. Hanya saja nilai nilai itu yang perlu diformulasikan ulang dan direkonstruksi untuk mengaktualisasikannya. Dan Gurindam 12 tepat sekali untuk itu,” ujar Rahman, alumni S2 di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Hasil penelitian ilmuwan Oxford, Samantha Bradshaw dan Philip N Howard dalam laporan bertajuk The Global Disinformation Order, 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation, kata Rahman, menjadi pembenaran bahwa hoaks itu sudah menjadi bisnis yang menguntungkan.
Dalam laporan itu, ujarnya, partai-partai politik di Indonesia menggunakan buzzer untuk menyebarkan propaganda pro pemerintah/partai, menyerang lawan politik, dan menyebarkan informasi untuk memecah-belah publik.
Selain itu ditemukan juga bahwa di Indonesia, pemerintah dan partai-partai politik memanfaatkan pihak swasta atau kontraktor serta politikus untuk menyebarkan propaganda serta pesan-pesannya di media sosial. Rahman tidak menampik, di Indonesia para buzzer ini bergerak di tiga media sosial utama, Facebook, Twitter, Instagram, serta di aplikasi pesan WhatsApp. Para buzzer belum banyak bergerak di Youtube.
Para peneliti dalam laporan ini secara umum menemukan bahwa manipulasi opini publik memanfaatkan media sosial dilakukan oleh 70 negara di seluruh dunia pada 2019, naik dari hanya 48 negara pada 2018 dan 28 negara pada 2017.
Peneliti dari Badan Pelestarian dan Nilai Budaya (BPNB) Pusat Kementerian Pendidikan Dedi Arman mengatakan, maraknya kasus hoaks bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi sudah menjalar ke seluruh dunia.
Untungnya di Kepri punya kearifan lokal yang kuat kalau disebarkan baik baik di Kepri, bisa menjadi obat mujarab. Karena lebih dari 200 tahun lalu Raja Ali Haji sudah mengingatkan dalam Gurindam 12 bahayanya hoaks atau dikenal dusta. “Kita bisa lihat di pasal 7, yang berbunyi,”Banyak berkata kata, di situlah jalan dusta,” ujar Dedi yang sering meneliti peninggalan kebudayan di empat Provinsi di Sumatera itu.***