TANJUNGPINANG – Setelah mendapatkan surat dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) soal pencegahan siswa ikut demo, para kepala sekolah di Provinsi Kepri sudah diingatkan untuk menjaga siswanya agar tidak ikut demo.
Surat sudah dikirim ke skeolah-sekolah terutama SMA/SMK/MA agar siswanya dijaga, jangan sampai ikut demo yang bisa berbuat anarkis.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri Muhammad Dali mengatakan, pihaknya sudah menerbitkan surat edaran, melarang anak-anak (pelajar, red) untuk menggelar aksi ke jalan, melalui seluruh kepala SMA/SMK se-Kepri.
Selanjutnya, atas imbauan tersebut sudah menjadi kewenangan pihak sekolah untuk mengawasi para peserta didik yang masih jam sekolah untuk melarang dan melakukan pembinaan.
”Harapan kita ini dapat ditindak lanjuti (sekolah, red), dan meminta kepada pihak sekolah melalui pembina OSIS untuk segera menarik mereka dari dalam kelompok yang melakukan aksi tersebut, karena saya belum tahu persis kenapa anak-anak ini keluar, atau kah memang sudah balik dari sekolah,” ujarnya.
Sebelumnya Muhadjir Effendy menerbitkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pencegahan Keterlibatan Peserta Didik Dalam Aksi Unjuk Rasa Berpotensi Kekerasan. Menyusul maraknya ajakan dan hasutan kepada siswa untuk mengikuti aksi unjuk rasa di jalan.
Surat tertanggal 27 September 2019 tersebut ditujukan kepada kepala daerah dan Kepala Dinas Pendidikan di seluruh Indonesia.
”Saya ingin mengingatkan peserta didik, siswa harus dilindungi dari berbagai macam tindak kekerasan atau berada di dalam lingkungan di mana ada kemungkinan mengancam jiwa yang bersangkutan,” kata Menteri Muhadjir di Jakarta, Sabtu (28/9).
Dia meminta kepala daerah beserta segenap jajaran, khususnya kepala dinas pendidikan agar melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan.
Yang pertama adalah memastikan pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru untuk memantau, mengawasi, serta menjaga keamanan maupun keselamatan peserta didik di dalam dan di luar lingkungan sekolah.
Kemudian menjalin kerja sama dengan orang tua/wali murid untuk memastikan putera/puterinya mengikuti proses pembelajaran sesuai ketentuan.
”Siswa itu masih tanggung jawab guru dan orang tua, karena menurut undang-undang statusnya masih sebagai warga negara yang dilindungi. Belum dewasa, belum bisa mengambil keputusannya sendiri,” terangnya.
Dia juga meminta agar kepala sekolah dan guru juga membangun komunikasi harmonis dengan peserta didik. Kemudian melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bisa menyalurkan pemikiran kritis, bakat, dan kreativitas peserta didik masing-masing.
Selanjutnya, memastikan pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) khususnya dan peserta didik pada umumnya untuk tidak mudah terprovokasi terhadap informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Selain itu, Mendikbud juga meminta agar kepala daerah beserta jajarannya memberikan pendampingan dan pembinaan kepada peserta didik yang terdampak dalam aksi unjuk rasa.
”Pendidikan tidak main sanksi, kalau pemberian sanksi namanya bukan pendidikan,” tuturnya.
Mendikbud juga meminta gubernur, bupati, wali kota, dan para kepala dinas pendidikan memastikan agar semua pihak atau siapa saja dengan maksud dan tujuan apa saja, untuk tidak melibatkan peserta didik dalam kegiatan unjuk rasa yang berpotensi pada tindakan kekerasan, kekacauan, serta pengrusakan.
Surat Edaran ini dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2014, dalam Pasal 15 ayat (4) menyatakan bahwa setiap anak didukung untuk mendapatkan perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan. (ais/jpnn)